a a a a a
logo
Short Landscape Advertisement Short ~blog/2022/2/1/pak prihadi
Bersama Kita Membangun Kemajuan Industri Smelter Nasional
News

Simak rekomendasi Panin sekuritas untuk saham Vale Indonesia (INCO)

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sampai semester I 2021 mencatatkan penurunan produksi nikel mencapai 30,2 ribu ton atau 16,7% secara year on year (yoy), dan penjualan mencapai 30,7 ribu ton atau turun 16,1% yoy.

Analis Panin Sekuritas Timothy Wijaya, dalam risetnya melihat hal ini karena planned, maupun unplanned maintenance sehingga produktivitas terhambat dan tidak maksimal. Akan tetapi, ia melihat volume produksi di semester I 2021 masih sejalan dengan panduan perusahaan.

Selain itu, menurutnya program rebuilding furnace 4 yang akan dimulai pada bulan November sampai Mei 2022 juga turut berkontribusi pada menurunnya proyeksi produksi tahun 2021 di angka 64 ribu ton.

“Namun, tingginya rerata harga komoditas nikel saat ini (+23,3% ytd) serta kuatnya pemintaan terlihat dari surplus stok nikel pada posisi terendah dalam 2 tahun terakhir dapat mengkompensasi sebagian dari turunnya jumlah produksi hingga 2022,” kata Timothy dalam risetnya yang dirilis 16 September 2021.

Baca Juga: Margin sejumlah emiten terancam kenaikan harga batubara, ini rekomendasi dari analis

Timothy juga mengamati, kalau INCO sedang berusaha meningkatkan efisiensi kinerja smelter nikel di Sorowako seperti menstabilisasi arus listrik smelter agar dapat mencapai kapasitas produksi maksimal di angka 80 ribu ton per tahun, di mana saat ini rata-rata produksi hanya mencapai 73-75 ribu ton.

INCO akan memulai pembangunan Rotary kiln electric furnace (RKEF) di Bahodopi bersama mitra TISCO dan Xinhai, serta proyek smelter High pressure acid leaching (HPAL) di Pomalaa bersama Sumitomo metal mining, pada tahun 2022, ketika Final investment decision (FID) telah ditentukan.

Jika telah disepakati, Timothy menaksir pembangunan RKEF akan memakan waktu sekitar 36 bulan, dan HPAL akan memakan waktu hingga 60 bulan. RKEF diprediksi akan dapat beroperasi pada 2025, dan HPAL dapat beroperasi pada 2027.

Timothy menilai, ketika sudah dapat beroperasi, RKEF dapat menghasilkan 73 ribu ton per tahun, dan HPAL dapat menghasilkan 70,8 ribu ton mix sulphide preciptate (MSP) yang merupakan bahan baku untuk baterai.

“Dengan beroperasinya kedua lokasi tambang tersebut, maka kapasitas produksi perseroan berpotensi meningkat 3x menjadi sekitar 220 ribu ton pada tahun 2027,” jelas Timothy.

Baca Juga: Harga nikel naik lagi, analis kompak rekomendasikan beli saham Vale Indonesia (INCO)

Ia menilai, pembangunan RKEF dan HPAL merupakan langkah yang tepat, seiring dengan larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2022, guna meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

Timorhy melihat, hingga saat ini neraca perseroan terus menguat dengan kas yang tersedia pada semester I 2021 mencapai US$ 426,5 juta, atau naik 47,4% yoy, serta memiliki hutang berbunga relatif rendah di angka US$ 608 ribu pada semester I/2021, sehingga membuat net gearing perseroan berada di posisi net cash.

Hal tersebut seiring dengan rencana perseroan untuk membangun 2 proyek besar RKEF dan HPAL yang akan memakan biaya hingga USD4 miliar. Sehingga, perseroan dapat menggunakan cadangan kas untuk mendanai sebagian dari proyek tersebut.

Timothy merekomendasikan beli dengan target harga Rp 6.100 per saham, mengindikasikan EV/EBITDA 11,5x di tahun 2022. Hal ini menurutnya didorong oleh proyeksi peningkatan kapasitas INCO yang dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada tahun 2027.

Selain itu, pembangunan perseroan yang ramah lingkungan demi menurunkan karbon emisi akan semakin menarik di tengah tingginya perhatian investor akan ESG.

Akan tetapi, risiko terdapat dari pembangunan HPAL dan RKEF dinilai merupakan proyek jangka panjang dengan biaya yang tinggi di tengah volatilitas harga nikel, serta produksi nikel dalam matte perseroan yang menurun tahun 2021 juga berpotensi stagnan di tahun 2022.