Sstt.. Pemerintah Bakal Batasi Proyek Smelter Feronikel-NPI
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabarkan mengusulkan agar pembangunan smelter nikel kelas 2 yakni untuk feronikel (FeNi) dan Nickel Pig Iron (NPI) dibatasi.
Berdasarkan informasi yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (22/06/2021), pembatasan ini diusulkan karena terkait nilai tambah yang rendah untuk dua produk FeNi dan NPI ini.
Jika dibandingkan, estimasi harga ekspor untuk FeNi sebesar US$ 15.500 per ton. Sementara nikel sulfat US$ 20.500 per ton. Oleh karena itu, pemerintah berencana membatasi pembangunan smelter dan ekspor feronikel dan NPI, dan akan mendorong pembangunan smelter kelas satu seperti nikel sulfat atau pabrik stainless steel.
Bahkan, smelter nikel kelas dua tersebut diusulkan untuk dikonversi menjadi smelter nikel kelas satu. Tujuannya tak lain yaitu agar nilai tambah yang diperoleh negara bisa meningkat.
Selain karena persoalan nilai tambah yang rendah, pembatasan pembangunan smelter feronikel dan NPI juga dikabarkan karena dipicu ketahanan cadangan bijih saprolit yang rendah. Nikel saprolit ini memiliki kandungan nikel tinggi yakni 1,5%-2,5%. Biasanya, produksi feronikel dan NPI ini menggunakan bijih nikel kadar tinggi.
Karena keterbatasan cadangan ini, maka eksploitasi nikel saprolit dinilai tidak boleh jor-joran.
Ekspor nikel pun diusulkan hanya dilakukan untuk produk logam nikel yang memiliki nilai tambah tinggi karena selisih nilai tambahnya cukup besar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2020, total sumber daya bijih nikel mencapai 8,26 miliar ton dengan kadar 1%-2,5%, di mana kadar kurang dari 1,7% sebesar 4,33 miliar ton, dan kadar lebih dari 1,7% sebesar 3,93 miliar ton.
Adapun cadangan bijih nikel mencapai 3,65 miliar ton untuk kadar 1%-2,5%, di mana cadangan bijih nikel dengan kadar kurang dari 1,7% sebanyak 1,89 miliar ton dan bijih nikel dengan kadar di atas 1,7% sebesar 1,76 miliar ton.