Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, akan mengikuti keputusan mengenai tarif bea keluar ekspor konsentrat. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri.
PT Smelting Gresik telah mendapatkan rekomendasi izin ekspor anoda slime atau lumpur anoda dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Rekomendasi izin ekspor ini nantinya menjadi dasar Kementerian Perdagangan untuk menerbitkan ekspor selama setahun.
Faisal Basri, Mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas menuturkan rencana Menteri BUMN yang ingin Pertamina mencaplok saham Perusahaan Gas Negara (PGN) dinilai sesat. Pertamina dinilai masih banyak “pekerjaan rumah” alias PR untuk memperbaiki Good Corporate Governance (GCG).
Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana meminta pemerintah membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan Dan Penatausahaan Modal Negara Pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PT).
Sementara itu, Staf Khusus bidang Komunikasi Menteri ESDM Hadi M Djuraid menuturkan, perundingan dengan PTFI dilakukan secara intensif sejak pekan lalu. Dia menyebut ada hal yang tidak bisa ditawar terkait perubahan KK menjadi IUPK. Perubahan status itu merupakan jalan keluar bagi Freeport untuk bisa ekspor konsentrat.
Perusahaan smelter di Cina dan Jepang mengalami penurunan produksi menyusul berhentinya produksi dua tambang tembaga terbesar di dunia, Indonesia dan Chilie dua tahun terakhir. Menurunnya produksi memaksa perusahaan smelter harus menelan pil pahit sebab anjloknya harga tembaga konsentrat.
PT Freeport Indonesia bisa sedikit bernafas lega. Smelter di Gresik yang biasa menyerap 40% konsentrat Freeport mulai kembali beroperasi setelah sempat lumpuh akibat pekerjanya melakukan aksi pemogokan pada 19 Januari 2017.
Perusahaan smelter di Cina dan Jepang mengalami penurunan produksi menyusul berhentinya produksi dua tambang tembaga terbesar di dunia, Indonesia dan Chilie dua tahun terakhir. Menurunnya produksi memaksa perusahaan smelter harus menelan pil pahit sebab anjloknya harga tembaga konsentrat.