PABRIK pengolahan dan pemurnian hasil tambang (smelter) senilai US juta atau sekitar Rp2,2 triliun milik perusahaan tambang bijih besi PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, terpaksa berhenti beroperasi.
Sektor industri pengolahan dan pemurnian logam atau smelter di Tanah Air mendapatkan suntikan modal sebesar US miliar dari tiga investor pada awal tahun ini.
Total investasi 34 proyek industri smelter mencapai Rp752,62 triliun pada tahun lalu. Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Harjanto mengatakan Industri smelter tersebut terdiri dari pengolah bijih besi, bijih nikel, bijih bauksit, konsentrat tembaga, stainless steel, dan aluminium.
PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) menyatakan investasi pertambangan dan smelter di Pulau Sebuk terganjal izin dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang hingga kini belum keluar.
Perusahaan tambang bijih besi PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) telah membangun smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian hasil tambang senilai, 170 juta US dollar atau sekitar Rp2,2 triliun di Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Melanjutkan aktivitas penambangan di Kepulauan Meranti, PT Timah Tbk bekerjasama dengan PT Wahana Perkit Jaya (WPJ). Meski PT Timah Tbk memiliki peleburan tersendiri, Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir berharap Smelter di Pulau Topang tetap beroperasi.
PT Freeport Indonesia telah memenuhi syarat mengajukan permohonan perpanjangan rekomendasi ekspor. Ini karena hasil verifikasi lapangan yang dilakukan Surveyor Indonesia mengenai perkembangunan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) dinyatakan telah memenuhi kriteria.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong adanya konsistensi keberpihakan kebijakan untuk membangun hilirisasi mineral tambang dan pengembangan industri logam dasar.