Aturan Moratorium Pertambangan dianggap hanya sebagai angin segar. Pasalnya, sejak satu bulan lalu wacananya diumumkan, aturan tersebut belum juga diluncurkan. Koordinator Nasional, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, aturan moraatorium tersebut akan dapat mempermudah gambaran teknis dan detil terkait mekanismenya. Terlebih pada penertiban izin-izin tambang yang bermasalah karena berada dalam kawasan hutan konservasi dan lindung.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan adanya perusahaan smelter timah yang masih menggunakan bahan baku pasir timah dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tidak memiliki sertifikasiClean and Clear (CNC).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, penjualan produk timah batangan harus dilakukan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI/ICDX).
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian ESDM telah melakukan audit smelter timah sejak November 2015 lalu. Audit ini merupakan keputusan dari rapat antara Kementerian ESDM dengan Kepolisian dan KPK pada November 2015, untuk memberantas penambangan timah ilegal.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, audit fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) timah di Bangka Belitung dan Kepulauan Riau jauh dari yang diharapkan. Pasalnya, hasil audit masih belum mampu mengindentifikasi bahan baku industri timah tersebut.
Pemerintah mempertimbangkan untuk menyetop penerbitan izin pembangunan Smelter timah baru seiring dengan produksi Smelter dalam tiga tahun terakhir yang hanya sekitar 21% dari total kapasitas terpasang.
Inspektur Jenderal Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Mochtar Husein mencurigai adanya perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang belum mendapat status Clean and Clear (CnC) melakukan ekspor timah secara ilegal.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan, kapasitas terpasang fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) timah di Bangka Belitung dan Kepulauan Riau selama 2013 sampai 2015 rata-rata 21 persen.