Pemerintah resmi mempercepat larangan ekspor bijih nikel atau nikel ore yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020, atau dua tahun lebih cepat dari rencana semula
PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) Sulawesi Selatan, Tenggara, Barat (Sulselrabar) menandatangani amandemen Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) dengan PT. Ceria Nugraha Indotama (CNI), berkapasitas 412 Juta VA, salah satu perusahaan tambang yang sepenuhnya dimiliki oleh pemegang saham Indonesia, dan tengah membangun pabrik pemurnian (Smelter) Ferronikel di Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra)
PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat (UIW Sulselrabar) menandatangani Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) dengan PT Ceria Nugraha Indotama. Pasokan listrik sebesar 350 megawatt (MW) itu akan dipakai di smelter nikel yang sepenuhnya dimiliki oleh pemegang saham Indonesia
Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Andri Budhiman, menilai moratorium ekspor nikel untuk menggejot produksi komponen mobil listrik, harus diiringi dengan pengelolaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tinggi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaksir cadangan nikel Indonesia hanya bisa bertahan setidaknya hingga 2029 mendatang. Minimnya temuan cadangan baru dan meningkatnya kebutuhan domestik setelah 2022 akan menjadi biang keladi terkurasnya cadangan nikel dalam negeri
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mempercepat penerapan larangan ekspor nikel menjadi 2020. Hal ini untuk mengenjar momentum pengembangan kendaraan listrik di Indonesia
Percepatan larangan ekspor bijih nikel berkadar rendah dari Januari 2022 menjadi Januari 2020 dinilai tak mengganggu pembangunan smelter para eksportir secara signifikan