Isu Relaksasi Ekspor Mineral Bubarkan 151 Investasi Smelter
Jakarta, CNN Indonesia -- Sebanyak 151 komitmen investasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang tercatat di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terancam urung terlaksana, apabila pemerintah jadi memberlakukan relaksasi ekspor mineral tahun depan.
Deputi Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea mengaku khawatir, ekspor mineral akan membuat calon investor ragu-ragu untuk melanjutkan proyeknya. Promosi investasi pengolahan mineral yang dilakukan selama bertahun-tahun pun menjadi sia-sia.
"Jika relaksasi ekspor mineral dilanjutkan, peluang rencana investasi untuk terealisasi semakin jauh dari harapan. Ya, proyek-proyek tersebut bisa jadi bubar," ujar Tamba, Rabu (19/10). Lebih lanjut ia menjelaskan, BKPM mencatat ada 151 rencana investasi pengolahan dan pemurnian mineral sejak tahun 2009 hingga semester I 2016. Di antaranya US$8 miliar merupakan Penanaman Modal Asing (PMA), dan Rp8,8 triliun sisanya adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Memang, rencana investasi tersebut masih sebatas pengajuan Izin Prinsip (IP) semata. Sehingga, realisasinya belum tercantum di BKPM, mengingat belum adanya Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang dikumpulkan investor.
Namun, ia menilai, relaksasi ekspor mineral hanya membuat kredibilitas pemerintah semakin lemah di mata calon investor. Sekadar informasi, selama ini, BKPM selalu menggunakan Pasal 170 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 terkait Mineral dan Batu bara sebagai propaganda bagi investor untuk memarkirkan dananya di Indonesia.
"Memang, banyak yang tak percaya kalau ekspor mineral akan di-banned (dilarang), tapi kami tetap yakinkan mereka. Kalau seperti ini akan sangat susah membangun kredibilitas yang baik," imbuh Tamba.
Tak cuma itu, Tamba menilai, ekspor mineral akan menjadi langkah mundur pemerintah dalam menggalakkan hilirisasi mineral.
Padahal, ia masih mengingat keinginan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Kementerian Perindustrian yang sempat berhasrat menyatukan izin bagi smelter yang memiliki Izin Usaha Industri (IUI) dan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) yang bertujuan mempermudah perizinan smelter.
"Tetapi, kalau ujung-ujungnya relaksasi ekspor, ya berarti ini back to zero (kembali ke nol). Dari sisi BKPM, kami tinggal melaksanakan sesuai regulasi saja," terang dia.
Pun demikian, ia mengaku lega karena upaya hilirisasi mineral selama beberapa tahun terakhir berbuah manis. Ambil contoh, 22 proyek smelter PMA dan PMDN dengan nilai masing-masing US$2,5 miliar dan Rp1,4 triliun sejak UU Minerba diberlakukan tahun 2009 silam.
"Selain itu, Indonesia juga berhasil memboyong investasi smelter China ke dalam negeri karena pasokan mineral Indonesia ke sana dihentikan," jelasnya.
Data BKPM melansir, pengajuan IP bagi investasi smelter semakin meningkat setiap tahun sejak UU Minerba diberlakukan. Pada tahun 2009, IP investasi smelter hanya berjumlah satu, namun angkanya meningkat drastis menjadi 67 IP pada tahun 2015.
Hingga saat ini, terdapat 76 proyek pemurnian mineral yang tengah memasuki masa konstruksi yang terdiri dari PMA sebesar US$200 juta dan PMDN sebesar Rp700 miliar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.