10 Hal yang Wajib Diketahui Usai RI Kuasai 51 Persen Saham Freeport
' />
KOMPAS.com - Seperti diketahui pemerintah melalui induk holding BUMN pertambangan, PT Inalum (Persero), resmi menguasai 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI), Kamis (27/9/2018).
Akuisisi saham atau divestasi PT Freeport Indonesia oleh PT Inalum terjadi usai ditandatanganinya Sales and Purchase Agreement atau perjanjian jual beli antara Inalum dengan Freeport McMoran selaku induk usaha PTF. Lantas, apa yang Anda ketahui tentang proses divestasi tersebut. Bersumber dari siaran resmi PT Inalum yang Kompas.com terima, Selasa (16/10/2018), berikut adalah 10 hal yang perlu Anda ketahui tentang proses divestasi PTFI oleh Inalum.
1. Cadangan emas terbesar di dunia PTFI sendiri selama ini mengelola Tambang Grasberg, di Kabupaten Mimika, Papua. Di sini terdapat tambang emas terbesar di dunia.
Selain emas, di tambang tersebut terdapat pula tembaga dan perak. Diperkirakan total kekayaan di Tambang Grasberd bernilai lebib dari 150 miliar dollar AS atau Rp 2.190 triliun.
Angka itu sama dengan biaya penyelenggaraan 66 kali Asian Games 2018. Terkait devestasi PTFI oleh PT INALUM, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Tino Ardhyanto menyatakan dukungannya kepada Holding BUMN pertambangan tersebut "Sebagai organisasi profesional dengan anggota yang memiliki keragaman pengalaman dalam berbagai kegiatan pertambangan, PERHAPI siap untuk mendukung pemerintah dan Inalum dalam pengelolaan tambang Grasberg,” kata Tino.
2. 51 persen setelah 51 tahun Sejak 1967 Indonesia hanya memiliki 9,36 persen saham PTFI dan perusahaan tambang Amerika Serikat Freeport McMoRan (FCX) memiliki 90,64 persen. Baru setelah 51 tahun, melalui proses divestasi tersebut saham PTFI sebesar 51.2 persen dimiliki mayoritas oleh Indonesia melalui PT Inalum.
3. Harga sepadan Untuk mendapatkan kepemilikan 51,2 persen, Inalum membayar 3,85 miliar dollar AS atau Rp 56 triliun ke FCX. Harga ini bagus dan bahkan lebih rendah dibandingkan perhitungan Ikatan Ahli Geologi Indonesia yang sebesar Rp 4,5 miliar dollar AS tahun 2017. Biaya ini juga nanti akan tertutup oleh laba bersih PTFI yang rata-rata dia tas Rp 2 miliar dollar AS per tahun setelah 2022.
Direktur Eksekutif RefoMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyakini hal tesebut "Kalau produksi sudah jalan, otomatis ada revenue. Dan kalau beli PTFI maka Inalum kan dapat sharing-nya, tidak hanya dapat deviden. Mereka berani hutang Rp55 triliun pasti sudah ada kalkulasinya," ujar Komaidi.
4. Tidak bisa diambil gratis Jika menunggu hingga kontrak karya (KK) habis di tahun 2021, bukan serta-merta Indonesia bisa memperoleh Freeport secara gratis. Justru, biayanya lebih besar dibandingkan dengan yang harus dikeluarkan sekarang, yaitu lebih dari 6 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 87 triliun sesuai harga buku tahun 2017.
KK Freeport ini tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas). Di sektor ini jika konsesi berakhir, maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina. Di migas pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah, setelah sebelumnya membayar perusahaan migas lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahunnya.
5. Risiko digugat di pengadilan internasional Pemerintah Indonesia dan FCX berbeda pendapat terkait masa berakhirnya KK di 2021. FCX bersikukuh mendapat perpanjangan dua kali 10 tahun (hingga 2041).
Perbedaan ini berisiko berakhir di pengadilan internasional (arbitrase) dan tidak ada jaminan Indonesia akan menang. Jika kalah, tidak hanya pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi senilai miliaran dollar Amerika ke FCX. Seluruh aset pemerintah di luar negeri dapat disita jika pemerintah tidak memberikan indikasi akan membayar ganti rugi tersebut. Belum lagi, prosesnya rumit dan memakan waktu lama.
6. Manfaat bagi Indonesia Meski banyak tuduhan PTFI tidak memberikan kontribusi ke Indonesia, nyatanya PTFI adalah salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia. Data tahun lalu menunjukkan kontribusi PTFI ke Indonesia dari pajak, royalti, pajak ekspor, dividen, dan pungutan lainnya sebesar 756 juta dollar AS.
7. Warga Papua diuntungkan Dari 100 persen saham PTFI, 10 persennya akan dimiliki oleh Pemerintah Daerah Papua. Dengan demikian, masyarakat Papua bisa merasakan manfaat langsung dari sumber daya alam-nya.
Terkait hal itu Bupati Mimika Eltinus Omaleng mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat yang sudah mengalokasikan 10 persen dari saham PTFI untuk pemerintah daerah. “Itu sudah luar biasa bagi kami masyarakat Papua, sehingga kami bisa nikmati sedikit dari Freeport,” ujar Eltinus. Sebagai informasi, saham milik Pemerintah Daerah Papua akan dikelola oleh Inalum.
8. Lapangan pekerjaan untuk SDM Lokal PTFI memiliki kapasitas untuk menyediakan 29 ribu lapangan pekerjaan. Hingga Maret 2018, jumlah karyawan yang secara langsung direkrut oleh PTFI adalah 7.028. Dari jumlah tersebut, sekitar 2.888 karyawan adalah orang Papua.
9. Membangun komunitas lokal PTFI di 2018 berkomitmen untuk membangun masyarakat lokal di daerah operasional PTFI. Adapun setahun sebelumnya, PTFI total menyumbangkan 44 juta dollar AS dan 33 juta dollar AS pada 2016.
10. Sumber perekonomian daerah Sekitar 90 persen kegiatan perekonomian 300 ribu penduduk Kabupaten Mimika bergantung pada operasional PTFI. Di masa depan, pengembangan ekonomi lokal yang mandiri akan menjadi salah satu prioritas.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.