Bisnis.com, JAKARTA — Tiga anggota Holding BUMN Industri Pertambangan menyiapkan investasi sekitar Rp12 triliun pada tahun ini, untuk melanjutkan capaian kinerja pada 2018 yang berhasil menyentuh level tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Kinerja keuangan tiga BUM tambang menjadi topik headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa (12/3/2019). Berikut laporannya.
Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, pendapatan PT Aneka Tambang Tbk., PT Timah Tbk., dan PT Bukit Asam Tbk. pada tahun lalu mencapai rekor tertinggi sejak 2014. (Lihat grafis)
Pada 2018, total pendapatan tiga emiten tersebut mencapai Rp57,45 triliun atau naik 38,98% dibandingkan dengan capaian pada tahun sebelumnya sebesar Rp41,34 triliun.
Sementara itu, total laba bersih tiga emiten anggota Holding BUMN Industri Pertambangan mencapai Rp6,42 triliun pada tahun lalu, meningkat 25,69% secara tahunan.
Emiten yang mencatatkan lonjakan kinerja signifikan adalah Aneka Tambang (Antam). Perseroan mencetak lompatan pendapatan sebesar 99,48% secara tahunan menjadi Rp25,24 triliun pada tahun lalu.
Perusahaan berkode saham ANTM itu membukukan laba bersih Rp874,42 miliar atau naik 540,60% secara tahunan.
Direktur Keuangan Aneka Tambang Dimas Wikan Pramudhito menjelaskan, perseroan berhasil memulihkan performa keuangan setelah merugi pada 2014—2015. Pihaknya mengklaim telah mengembalikan profitabilitas sesuai jalurnya.
Untuk menjaga profitabilitas tersebut, ANTM menyiapkan belanja modal sekitar Rp3,38 triliun pada 2019 atau naik 21,14% dari realisasi pada tahun lalu sebesar Rp2,79 triliun.
Dimas mengatakan, mayoritas dari alokasi belanja modal pada tahun ini atau senilai Rp2,64 triliun bakal digunakan untuk pengembangan usaha. Menurutnya, ANTM memiliki kas yang kuat sebesar Rp4,29 triliun pada akhir 2018.
“Antam tengah mempersiapkan tambang untuk membuka front tambang baru sejalan dengan proyek pabrik Smelter Grade Alumina Refinery bersama Inalum,” ujarnya, Senin (11/3).
Selain pembangunan pabrik SGAR, ANTM memiliki proyek pembangunan pabrik Feronikel Haltim dengan realisasi konstruksi 92% sampai dengan akhir 2018.
Perseroan merencanakan pabrik Feronikel Haltim Line 1 dengan kapasitas produksi 13.500 TNi akan selesai konstruksi pada semester I/2019.
Pada 2019, ANTM menargetkan volume produksi nikel sebesar 30.280 TNi atau meningkat 21% dibandingkan dengan realisasi produksi pada tahun lalu sebesar 24.868 TNi.
Tidak ketinggalan, Bukit Asam juga merencanakan investasi senilai Rp6,5 triliun yang terdiri atas investasi rutin senilai Rp1,13 triliun, dan sisanya dialokasikan untuk pengembangan usaha.
PROYEK PENGHILIRAN
Direktur Utama Bukit Asam Arvyan Arifin mengatakan, rencana investasi itu merupakan lanjutan dari alokasi belanja modal pada tahun lalu yang baru terealisasi 24% atau senilai Rp1,6 triliun, dari total anggaran Rp6,55 triliun.
“Investasi pengembangan yang akan dimulai tahun ini adalah hilirisasi. Kami akan melakukan pembangunan gasifikasi di Pranap dan Tanjung Enim,” paparnya.
Selain dua proyek penghiliran, emiten berkode saham PTBA ini akan melanjutkan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap mulut tambang Sumsel 8 yang akan beroperasi pada 2021—2022.
Pembangkit listrik berkapasitas 2x620 MW ini merupakan kerja sama antara PTBA dan China Huadian Hongkong company Ltd. Konstruksi proyek senilai US$1,68 miliar sudah dimulai sejak Juni 2018.
Pada 2019, PTBA menargetkan produksi batu bara naik 3,4% menjadi 27,26 juta ton, sedangkan volume penjualan batu bara tumbuh sebesar 15% dari realisasi sepanjang 2018.
Penjualan itu akan dialokasikan sebesar 13,67 juta ton untuk pasar domestik dan 14,71 juta ton untuk ekspor.
Sementara itu, Direktur Keuangan Timah Emil Ermindra mengatakan bahwa pada tahun ini, perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp2,3 triliun untuk induk usaha dan Rp300 miliar untuk anak usaha.
Emil mengatakan, perusahaan akan meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi. Ekspor logam timah ditargetkan mininal 5.000 Mton per bulan. Adapun, laba bersih pada tahun ini diharapkan mencapai Rp1,2 triliun.
“Kami memanfaatkan peluang yang timbul karena berhentinya ekspor smelter swasta sedangkan permintaan pasar dunia untuk logam timah dari Indonesia berkisar 75.000 Mton hingga 80.000 Mton per tahun,” ujarnya.
Menurutnya, target 5.000 Mton per bulan atau 60.000 Mton per tahun setara dengan 75% permintaan pasar dunia untuk asumsi permintaan 80.000 Mton.
Dengan demikian, lanjutnya, produktivitas dan kapasitas washing plant harus digenjot agar mampu memproduksi minimal 5.000 Mton per bulan, baik secara organik maupun anorganik.
Adapun, para analis meyakini kinerja PTBA, ANTM, dan TINS masih prospektif dalam jangka panjang. Analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy mengatakan, kenaikan laba tiga emiten itu pada 2018 ditopang oleh lonjakan harga komoditas.
Dengan melihat kecenderungan harga patokan Newcastle yang stabil di kisaran US$90—US$100 dan ICI4 mulai menuju level US$40/ton, dia yakin Harga Batubara Acuan bergerak lebih positif pada kuartal II/2019—kuartal IV/2019.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Juan Harahap meyakini kinerja BUMN tambang pada 2019 akan lebih baik.
Menurutnya, upaya PTBA untuk mengurangi ketergantungan terhadap thermal coal melalui diversifikasi bisnis, seperti pembangkit listrik dan coking coal, akan membuat kinerja BUMN itu tumbuh jauh lebih baik.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.