3 Tahun Kinerja Sektor ESDM: Perbaikan Tata Kelola Usaha Pertambangan
JAKARTA – Pengelolaan sumber daya alam, termasuk mineral dan batubara telah mengalami perubahan paradigma. Jika sebelumnya lebih menekankan pada eksploitasi, maka saat ini wajib memberikan nilai tambah yang berkelanjutan, yaitu melalui pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri. Hal ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Produksi batubara terus dikendalikan, hal ini dilakukan dalam rangka konservasi, optimalisasi ekspor dan peningkatan pemanfaatan domestik untuk peningkatan kedaulatan energi. Pengendalian produksi juga dilakukan untuk mengamankan cadangan bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam negeri.
Pada tahun 2014, tercatat produksi batubara adalah sebesar 458 juta ton, dengan pemanfaatan batubara untuk domestik sebesar 76 juta ton, di tahun 2015, 461 juta ton dan untuk domestik sebesar 79,8 ton. Selanjutnya pada 2016, produksi batubara mencapai 495 juta ton dengan pemanfaatan untuk domestik sebesar 90,5 juta ton. Hingga 25 September 2017, produksi batubara tercatat sebesar 195 juta ton dengan pemanfaatan batubara hingga Juni 2017 adalah sebsar 31,5 juta ton.
Di samping itu, hingga semester I, capaian pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) telah mencapai 50% dari target 2017 yaitu 2 unit per tahun dimana targetnya 4 unit per tahun. Target 2017 berbeda dengan target 2016. Pada sisa 2 target smelter di tahun 2016 akan selesai di tahun 2017, dan akan tetap dihitung sebagai kinerja untuk tahun 2016. Pada tahun 2014, pembangunan smelter mencapai 14 unit dan di tahun 2015 sebanyak 5 unit. Capaian pembangunan smelter diraih karena kepatuhan terhadap komitmen pembangunan smelter melalui izin ekspor.
Saat kegiatan pertambangan usai, maka akan terdapat wilayah bekas tambang dan perubahan lingkungan. Perubahan tersebut perlu diperbaiki dan ditata kembali atau biasa disebut reklamasi. Reklamasi bertujuan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih produktif.
Dari target 6.800 hektar, hingga semester I 2017 tercapai 1.921 hektar reklamasi lahan bekas tambang. Rata-rata luas reklamasi lahan bekas tambang sejak tahun 2014 di atas 6.500 hektar. Pada tahun 2014, reklamasi lahan mencapai 6.597 hektar dan 6.733 hektar pada 2015. Sementara pada 2016, luas reklamasi lahan bekas tambang mencapai 6.876 hektar. Sebagai informasi, tren reklamasi biasanya selesai saat akhir semester II tahun berjalan.
Penataan di subsektor minerba juga dilakukan melalui penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang Clear and Clean (CnC). Dari 10.643 IUP pada 2014, 6.000 IUP telah CnC. Sementara di tahun 2015, 6.370 IUP telah CnC dari total 10.339 IUP. Di Tahun 2016, dari 9.370 IUP, 6.202 IUP di antaranya CnC. Hingga September 2017, dari 9.370 IUP, 6.058 IUP telah CnC. Evaluasi penertiban IUP mengacu pada peraturan yang berlaku. 439 IUP di antaranya sudah dicabut oleh daerah selama periode 2016 hingga 2017 serta 725 IUP lainnya sedang proses CnC.
Landmark pengelolaan mineral dan batubara saat ini berorientasi pada kemakmuran rakyat, antara lain untuk meningkatkan pendapatan negara, menciptakan lapangan kerja bagi rakyat Indonesia, menumbuhkan ekonomi daerah dan nasional, menciptakan iklim investasi yang kondusif. (Sumber:ESDM)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.