TEMPO.CO, Makassar - Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan industri berbasis smelter telah berkembang cukup baik di Indonesia. Saat ini tercatat ada 32 proyek smelter yang tumbuh dengan nilai investasi US$ 18 miliar.
"Perkiraan nilai investasinya mencapai US$ 18 miliar dan penyerapan tenaga kerja berkisar 28 ribu orang," ucap Suryawirawan ketika memberikan sambutan dalam Seminar Nasional Pengembangan Industri Berbasis Smelter dan Stainless Steel di Gedung Iptek Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Kamis, 2 Maret 2017.
Baca: 32 Smelter Senilai US$ 20 Miliar Beroperasi di Indonesia
Menurut dia, sejak diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, tercatat sudah 32 proyek smelter yang tumbuh di Tanah Air. Selain itu, terdapat 22 industri smelter yang telah bergabung bersama Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), dan 75 persen telah beroperasi secara komersial. Kementerian Perindustrian terus mendorong industri smelter tumbuh untuk berkontribusi pada pembangunan, juga pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.
Suryawirawan mengatakan pada 2016 tercatat sektor industri memberikan kontribusi sebesar 18 persen. Salah satu industri yang menjadi program hilirisasi adalah pengolahan berbasis smelter. "Dari sumber daya logam, Indonesia masuk 10 besar negara di dunia dengan cadangan bauksit, nikel, dan tembaga yang melimpah," tuturnya.
Namun, industri smelter tersebut, menurut dia, merupakan yang paling padat energi dan modalnya. Sehingga industri ini diharapkan bisa mendorong kontribusi terhadap perekonomian nasional. "Dukungan dari pemerintah dan pemberian insentif mutlak diperlukan dalam mendorong pertumbuhan industri," ujar Suryawirawan.
Dia menyebut saat ini tengah fokus mengembangkan industri berbasis smelter, khususnya bijih nikel dan stainless steel di kawasan Indonesia Timur. Salah satu lokasi yang menjadi fokus pengembangan adalah kawasan industri Morowali yang dikelola PT Indonesia Morowali Industrial Park (PT IMIP). "Kawasan yang sementara berkembang ini berada di Morowali, Sulawesi Tengah."
Suryawirawan juga mengungkapkan kawasan industri Morowali memiliki lahan seluas 2.000 hektare, yang ditargetkan bakal menarik investasi sebesar US$ 6 miliar atau setara Rp 78 triliun. "Dan kawasan itu membutuhkan tenaga kerja langsung 20 ribu orang dan tak langsung 80 ribu orang," ucapnya.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Pengembangan PT IMIP Dedi Mulyadi mengungkapkan pihaknya hanya fokus melibatkan tenaga kerja lokal. Itu terbukti dengan menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan pusat inovasi serta membuka lowongan kerja di kampus-kampus. Menurut dia, saat ini tercatat ada 12 ribu pekerja lokal di kawasan industri Morowali. "Kalau jumlah tenaga kerja asing (TKA) sekitar 2.000 orang," kata Dedi.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.