Jakarta: Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan empat fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) bakal beroperasi pada 2021. Sehingga secara kumulatif hingga akhir tahun akan ada 23 smelter yang beroperasi.
Mengutip data Ditjen Minerba, Minggu, 17 Januari 2021, hingga akhir 2020, total smelter yang beroperasi sebanyak 19. Sementara hingga 2024 akan ada 53 smelter yang rampung dan beroperasi di Tanah Air. Rinciannya, tambahan lima smelter di 2022 dan sisanya dikebut di 2023. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Minerba yakni paling lambat di 2023.
Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin mengatakan pembangunan beberapa smelter memang mengalami pergeseran waktu dari rencana semula akibat pandemi covid-19. Namun, hal ini tidak berarti amanat dari UU tersebut dikesampingkan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Di akhir 2023 semua smelter harus terbangun dan beroperasi," kata Ridwan.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Yunus Saefulhak menambahkan, terdapat 23 proyek smelter yang mengajukan revisi rencana kerja. Di antaranya, kata Yunus, smelter bauksit, nikel, dan tembaga.
"Hampir semua terkena dampak covid-19 sebanyak 23 smelter," ujarnya.
Adapun empat smelter yang beroperasi pada tahun ini mayoritas menggarap nikel. Smelter yang dimaksud yakni milik PT Antam Tbk di Tanjung Buli-Halmahera Timur. Kemudian PT Cahaya Modern Metal Industri di Cikande-Serang dan PT SNI di Cilegon-Banten. Sementara satu smelter lagi menggarap timbal yakni PT Kapuas Prima Coal di Kotawaringin Barat-Kalimantan Tengah.
Smelter Freeport
Sementara itu terkait dengan smelter PT Freeport Indonesia, pemerintah tidak menampik penyelesaiannya akan molor dari target 2023 karena terdampak pandemi.
"Target kita bukan menghukum atau menggagalkan, tapi menyelesaikan smelter. Waktunya sudah ditentukan, tapi kalau ada perkembangan kita tentu tidak menutup mata," kata Ridwan.
Ridwan mengatakan Freeport juga boleh menggandeng perusahaan lain untuk menyelesaikannya. Sebab hal itu diatur dalam perjanjian.
Adapun perusahaan yang diajak kerja sama Freeport membangun smelter adalah Tsingshan Steel dari Tiongkok. Untuk lokasi smelter yang bakal dibangun kedua perusahaan ini berada di Weda Bay, Halmahera.
Rencana pembangunan smelter di Weda Bay ini merupakan opsi yang disodorkan Freeport ke pemerintah lantaran smelter yang wajib dibangun perusahaan di Gresik saat ini terhambat akibat wabah covid-19.
Tahun lalu, Presiden Direktur PTFI Tony Wenas mengakui rencana kerja sama membangun smelter dengan Tsingshan Steel nilai proyeknya mencapai USD1,8 miliar atau sekitar Rp25,5 triliun.
Berdasarkan laporan Freeport, hingga Juli 2020, pembangunan smelter katoda tembaga di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, baru mencapai 5,86 persen dengan biaya USD159 juta. Padahal target tahun lalu harusnya mencapai 10,5 persen.
Sedangkan untuk smelter precious metal refinery (PMR) hingga Juli 2020 baru mencapai 9,79 persen dengan biaya USD19,8 juta. Padahal targetnya 14,29 persen. Total investasi untuk membangun smelter di JIIPE mencapai USD3,5 miliar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.