Bisnis.com, JAKARTA – Produsen timah mendesak pemerintah Indonesia untuk mengatur data pasokan cadangan timah sehingga industri dapat mengelola penawaran dan harga dengan lebih efektif.
Sekertaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Jabin Sufianto mengatakan, hal tersebut untuk meningkatkan intervensi yang lebih besar dan bermanfaat bagi pasar timah.
“Indonesia ingin ekspor dikelola dengan lebih baik, jika ada kelebihan pasokan, lebih baik menyisihkannya sebagai status cadangan,” ujar Jabin seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (19/2/2019).
Dia mengatakan saat ini pihaknya mengekspor 100% dari total keseluruhan produksi timah, sehingga pihaknya menerima harga spot bahkan dalam harga yang buruk sekalipun.
Namun, rencana dari asosiasi tersebut untuk program penimbunan pasokan datang pada saat timah mengalami kenaikan harga akibat tekanan pasokan global.
Pengiriman timah Indonesia, sebagai negara eksportir timah kedua terbesar di dunia, diperkirakan turun 6,2% menjadi 72.000 metrik ton pada 2019 dibandingkan dengan tahun lalu.
Adapun, Indonesia telah mencoba berulang kali dalam beberapa tahun terakhir untuk membatasi produksi dan penjualan, serta membuat timah wajib diperdagangkan melalui bursa komoditas lokal sebelum pengiriman, dalam hal ini Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI).
Selain itu, pemerintah Indonesia juga membuat regulasi bahwa ekspor harus diperiksa oleh surveyor yang ditunjuk untuk memeriksa kualitas dan asal bijih yang digunakan.
Selain itu, polemik perdagangan komoditas timah di Indonesia lainnya terjadi pada Oktober 2018, di saat kepolisian setempat menyegel salah satu smelter di Bangka Belitung yang di duga menyimpan timah ilegal.
Tak lama kemudian, BKDI mencabut izin sementara PT Surveyor Indonesia (SI) yang bertanggung jawab untuk melakukan verifikasi dari smelter tersebut. Akibatnya, hanya 3 dari 34 trader Indonesia aktif pada perdagangan.
Trader tersebut adalah trader yang menggunakan jasa surveyor selain PT SI, yaitu Sucofindo. Hingga saat ini, trader tersebut masih dalam proses perubahan surveyor ke Sucofindo.
“Memproses aplikasi peralihan surveyor mungkin perlu waktu sebanyak 10 hari setelah dokumen selesai, dan mereka harus memeriksa smelter dan tambang untuk mengetahui asal bijih. Bangka Belitung [pulau tambang timah terbesar] itu bukan pulau kecil, bisa makan waktu berhari-hari,” papar Jubin.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.