Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Indonesia (AP3I) Jonatan Handjojo mengatakan, pihaknya mencatat sekurangnya 2.000 karyawan di industri smelter nikel harus mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kalau ditambah smelter komoditas lainnya, jumlahnya lebih banyak, bisa mencapai 5.000-an lebih. Dulu kan pemerintah yang mengundang swasta untuk mau membangun smelter. Sekarang, smelter-nya sudah jadi, kebijakan pemerintah berubah lagi,” kata Jonatan.
Sedangkan Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi dan Kerja Sama Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, industri smelter nikel merugi akibat turunnya harga jual. Penurunan harga ini juga karena permintaan nikel pada industri stainless steel di kuartal kedua 2017 melemah.
Faktor lainnya yakni biaya produksi pabrik smelter nikel meningkat, sehingga membuat keekonomian semakin tertekan. Harga coking coal (kokas) meningkat dari US$ 100/ton pada Desember 2016 menjadi US$ 200/ton pada Mei 2017.
“Risiko turunnya harga nikel ini memang tidak bisa terelakkan. Pasalnya, tidak ada satu organisasi atau negara yang dapat menentukan atau mengontrol harganya. Hal ini terjadi juga di komoditas mineral dan batubara,” kata Sujatmiko.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.