APNI Pandang Larangan Ekspor Rugikan Penambang di Daerah
Kendari, Sultrademo.co – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai kebijakan pemerintah mempercepat larangan ekspor bijih nikel atau ore di awal tahun 2020 dapat merugikan pengusaha tambang di daerah yang ada, terkhusus di Sultra.
Koordinator APNI Sultra, Herry Asiku, mengatakan, sebagai penambang di daerah merasa ini bukan langkah yang tepat dengan keluarnya kebijakan tersebut.
“Yang tadinya ekspor sampai tahun 2022, malah berakhir di Desember 2019 ini,” katanya kepada sultrademo.co, saat ditemui di ruangannya, Senin, 25/11.
Herry juga menambahkan, sejumlah pengusaha tambang di daerah membutuhkan ekspor untuk bisa mendanai pembangunan pabrik pemurnian atau smelter. Sehingga ketika di ekspor keluar bernilai jual lebih.
“Karena kita penambang di daerah tidak seperti pihak luar yang memiliki kekuatan modal besar. Sehingga kita membutuhkan hasil-hasil ekspor untuk pendanaan,” tambahnya.
Olehnya itu, APNI berharap agar regulasi yang dikeluarkan pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha-pengusaha di daerah dari pada pengusaha luar negeri.
“Seharusnya diberi kesempatan kepada pengusaha-pengusaha lokal kita yang memang kemampuannya terbatas. Kalau tidak diberi kesempatan, takutnya semua jatuh ke pihak asing,” harapnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.