APNI: Penambang nikel kesulitan jual produk sesuai harga patokan ke pemilik smelter
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kisruh seputar tata niaga nikel tanah air belum kunjung usai. Hal ini setelah para penambang bijih nikel masih kesulitan menjual produknya kepada pemilik smelter lokal dengan harga yang sesuai dengan harga patokan minimal (HPM).
Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengaku, hingga kini para pemilik smelter masih enggan melakukan transaksi jual-beli bijih nikel sesuai HPM yang diatur lewat Peraturan Menteri ESDM No 11 Tahun 2020 yang turut mengatur tata niaga nikel domestik.
Padahal, belum lama ini pemerintah lewat Kemenko Maritim dan Investasi sudah membentuk satuan tugas (satgas) pengawas tata niaga dan harga nikel domestik. Di atas kertas, keberadaan satgas tersebut harusnya segala aturan mengenai transaksi jual-beli nikel yang mengacu pada HPM bisa terlaksana dengan baik, namun faktanya tidak demikian.
"Satgas HPM belum efektif, karena tidak adanya pengawasan dalam kontrak," imbuh Meidy, Sabtu (26/9).
Dia pun mengklaim, para penambang bijih nikel tetap membayar kewajiban ke negara baik berupa royalti maupun pajak penghasilan (PPH) sesuai ketentuan HPM. Akan tetapi, kontrak jual-beli bijih nikel antara penambang dengan pemilik smelter justru tidak sesuai HPM yang berlaku.
Meidy berharap, ke depannya koordinasi mesti dilakukan pula antara satgas pengawas HPM dengan pemerintah daerah yang memiliki kawasan pertambangan nikel beserta industri hilirnya atau smelter. "Satgas harus tegas dan lebih keras lagi terhadap smelter yang bandel terhadap aturan yang diterbitkan pemerintah," tandas dia.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno menjelaskan, maraknya praktik transaksi jual-beli bijih nikel antara penambang dan pemilik smelter dengan harga di bawah HPM jelas bakal merugikan kondisi finansial para penambang. Sebab, biaya produksi mereka menjadi kurang lebih sama dengan harga jual, atau bahkan lebih rendah.
Dia juga mengaku bahwa sejauh ini, penambang nikel yang terpaksa menjual produk bijih nikelnya dengan harga di bawah HPM adalah para penambang kecil sampai menengah. Di sisi lain, pengusaha atau penambang besar umumnya memiliki smelter sendiri sehingga relatif terhindar dari praktik demikian.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.