Akhirnya, Luhut Ungkap Alasan di Balik Larangan Ekspor Nikel
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana untuk mempercepat pemberlakuan larangan ekspor bijih nikel kadar rendah, yang semestinya berlaku mulai 2022 mendatang.
Namun, sampai saat ini, belum ada kejelasan terkait rencana tersebut. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan pun enggan berkomentar lebih detil. Ia hanya mengatakan, untuk menunggu keputusan Presiden dalam beberapa waktu ke depan.
"Ya nanti, kita lihat saja. Nanti keputusan Presiden dalam beberapa waktu ke depan," ujar Luhut saat dijumpai di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Lebih lanjut, Luhut mengatakan, alasan di balik percepatan pelarangan tersebut tidak jauh-jauh dari upaya untuk mengundang investor lebih banyak untuk masuk ke Indonesia.
"Dalam keadaan perang dagang seperti sekarang, kita perlu menarik investor sebanyak mungkin. Kami ingin lebih banyak investor yang masuk ke mari (Indonesia), itu saja," ucap Luhut.
Jika melihat alasan tersebut, pastinya pasokan bijih nikel dalam negeri akan melimpah. Tapi, bagaimana mau mengolah jika smelternya tidak ada? Pasalnya, sampai dengan 2018, smelter yang sudah bisa beroperasi baru separuh dari target pemerintah yang sebanyak 57 smelter, atau baru ada 27 smelter yang sudah bisa beroperasi
Memang, Kementerian ESDM saat ini terus mengejar target hilirisasi mineral melalui pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter). Seiring dengan berakhirnya masa relaksasi ekspor komoditas mineral mentah yang harusnya di 2022, ditargetkan akan ada 57 smelter yang sudah beroperasi di tahun tersebut.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, akan ada tiga smelter yang ditargetkan bisa beroperasi pada tahun ini, yakni smelter nikel PT Aneka Tambang di Tanjung Buli-Halmera, smelter timbal PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, dan smelter nikel PT Wanatiara Persada di Obi, Halmahera.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menegaskan, sampai saat ini, belum ada perubahan dalam larangan ekspor bijih nikel.
"Sampai sekarang peraturannya masih tetap seperti itu (yang berlaku)," kata Bambang saat dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (12/9/2019).
Kendati demikian, ia enggan berbicara lebih lanjut terkait hal tersebut.
"Pokoknya belum ada perubahan. Saya belum tahu apakah akan dipercepat atau dibatalkan percepatannya, karena belum final, saya tidak mau bicara," pungkas Bambang.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.