Aneka Tambang (ANTM) kebut pembangunan smelter sebelum tahun 2022
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk meningktakan hilirisasi di sektor mineral dan batu bara, pemerintah mengeluarkan atauran untuk membatasi ekspor ore nikel hingga batas waktu Januari 2022.
PP 1/2017 itu adalah untuk hilirsasi, dikasih lima tahun sampai 2022 itu tidak sebebas-bebasnya melakukan ekspor. Peraturan Pemerintah 1/2017 merupakan perubahan keempat atas PP 23/2017 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Direktur PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan untuk mengejar itu maka ANTM tengah menggeber beberapa proyek-proyek strategis. "Sekarang ANTM sedang mengejar pembangunan-pembangunan fasilitas pemurnian mineral mental (smelter), sehingga dalam pipeline di Januari 2022 semua sudah bisa diserap oleh smelter-smelter yang dibangun," kata Arie, Senin (3/12).
Seperti diketahui, 1 smelter feronikel akan selesai diakhir tahun 2018 dan akan memasuki tahap conditioning dan pertengahan tahun depan sudah mulai berproduksi secara komersial di Halmahera Timur, Papua. Selain itu ada juga proyek Smelter Grade Alumina Refinery di Mempawah, Kalimantan Barat. Nantinya, Mempawah akan mampu memproduksi 1 juta ton alumina dengan bahan dasar bauxit.
Kedua ada proyek nickel pig iron atau penggunaan kadar ore nikel yang rendah yang selama ini selalu diekspor dan diharpakan dapat memproduksi 15.000 ton per tahun untuk tahap I pada 2021 dan setahun setelahnya atau pada tahun kedua bisa mencapai 30.000 ton dengan lokasi di Tanjung Bulia, Halmahera Timur.
Ketiga proyek smelter nikel yang ada di Sorong yang saat ini dalam tahap finalisasi dan nanti akan memproduksi 40.000 ton nikel dan diharapkan masuk ke hilirisasi yang lebih dalam lagi untuk pembuatan stailess steel dengan produksi 500.000 ton per tahun. "Untuk investasi di Sorong senilai US$ 1 milyar, di Tanjung Bulia US$ 350 juta dan proyek Menpawah sebesar US$ 850 juta. Ini investasi secara multi year," paparnya.
Pembiayaannya akan mengunakan skema partnership dan perbankan. Untuk proyek Menpawaah, ANTM menggandeng PT Inalum dan perusahaan asal China Chalco. Untuk proyek Tanjung Buliah menggandeng perusahaan asal Singapura dan afiliasi dengan salah satu perusahaan China.
Sementara untuk proyek Sorong, ANTM akan melepas sebagian sahamnya kepada partnership yang digandeng dan sekaligus menjadi pemegang saham di tambang nikel milik ANTM. Saham tersebut akan dijual dan nantinya digunakan untuk setor ekuitas di downstream atau joint venture dengan partner. "Di Sorong untuk upstream kita akan lepas saham karena ada potensi cadangan nikel besar sampai 300 juta ton di Pulau Gag, Raja Ampat," katanya.
Di Sorong sudah mulai produksi untuk ore nikel dan dijual ke smelter domestik di Morowali, dimana dari segi upstream sudah produksi 1 juta ton. Untuk mendukung kinerja 2019, ANTM menganggarkan anggaran modal atau capex sebesar Rp 3 triliun-Rp 4 triliun untuk kegiatan operasional, maintanance, dan lainnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.