JAKARTA - PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan meningkatkan ekspor komoditas bauksit. Hal ini diharapkan berdampak positif terhadap kinerja keuangan perseroan ke depan. Direktur Keuangan Antam Dimas Wikan Pramudhito mengatakan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyetujui kenaikan kuota ekspor perseroan menjadi 3,9 juta ton hingga Maret 2018. “Peningkatan ini tentu akan berdampak positif bagi kinerja perseroan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (13/12).
Hingga kuartal III-2017, perseroan telah membukukan penjualan sebanyak 2 juta ton bauksit, sehingga masih ada ruang pertumbuhan penjualan dari target 2,7 juta ton ekspor bauksit tahun ini. Kenaikan kuota tersebut menyusul terbitnya rekomendasi ekspor perseroan sebanyak 850.000 ton per tahun.
Rekomendasi tersebut disetujui dengan pertimbangan pembangunan smelter perseroan telah mencapai 25%, sehingga diperkirakan tahun depan akan rampung sepenuhnya dan mulai beroperasi pada 2019 mendatang.
Sesuai Peraturan Menteri ESDM No. 5/2017 Pasal 9 dan 10, bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 lebih dari atau sama dengan 42% digolongkan dalam mineral logam dengan kriteria khusus yang masih dapat diekspor.
Adapun, perseroan yang tengah membangun smelter di Halmahera diperbolehkan mengekspor komoditasnya maksimal lima tahun sejak peraturan tersebut diterbitkan. Namun perseroan akan dikenakan bea keluar untuk ekspor yang mencapai 10%.
Sementara itu, hingga kuartal III-2017 Antam masih membukukan kinerja negatif dikarenakan beban yang cukup besar untuk pembayaran pinjaman ekspansi smelter nikel di Pomalaa, Halmahera. “Sebenarnya bisa dipahami asal perusahaan bisa punya arus kas positif. Kinerja ‘kan tidak hanya untung rugi. EBITDA kami di kuartal III-2017 hampir Rp 1 triliun,” ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (13/12).
Menurut Dimas, setelah Antam memenuhi kewajiban pembayaran tersebut barulah perseroan punya peluang mencetak laba bersih positif. Ia mengklain Antam merupakan satusatunya perusahaan yang bergerak di penjualan nikel dan masih berkembang sehingga nantinya volatilitas harga komoditas tidak akan banyak mempengaruhi produktivitas.
“Karena kalau sudah masuk ke (bisnis hilir) stainless steel akan lebih stabil. Permintaan komponen stainless steel masih bertumbuh,” kata dia.
Beroperasinya smelter akan langsung berkontribusi pada pendapatan dan laba bersih. Namun ia belum meyakinkan kinerja perseroan langsung berubah positif sembari terus melakukan efisiensi produksi. Tahun depan perseroan menyiapkan belanja modal (capital expenditure/ capex) sebesar Rp 2,8 triliun yang akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan smelter feronikel Halmahera Timur. Dananya berasal dari penyertaan modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,5 triliun yang diserap pada 2015.
Capex tersebut belum termasuk investasi pembangunan smelter grade alumina refinery (SGAR) bekerja sama dengan PT Indonesia Asaham Aluminium (Inalum). Selain itu digunakan untuk pembangunan pabrik pengolahan feronikel menjadi stainless stell sebagai rencana perseroan untuk masuk pada bisnis hilir. Mengenai hal ini, Antam masih menjajaki kemungkinan mitra strategus dari luar negeri. (eld)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.