Apakabar proyek smelter Freeport? Menteri Agus Gumiwang ingin proyek itu jadi 2022
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah terus melakukan sinkronisasi peraturan antara kementerian dan lembaga agar mampu mendorong daya saing industri manufaktur di Tanah Air. Salah satu upaya yang sedang digenjot adalah percepatan pengoperasian fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter PT Freeport Indonesia.
“Progres pembangunan smelter Freeport sudah sesuai jadwal, tetapi kami ingin proyek ini bisa lebih cepat walaupun sebenarnya line pertamanya ditargetkan bisa berproduksi pada tahun 2022," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, sebagaimana dikutip dari keterangan resmi yang diterima Kontan, Rabu (30/10).
Agus menuturkan, untuk memacu percepatan pembangunan smelter Freeport yang dibangun di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur tersebut, pemerintah terus melakukan sinkronisasi regulasi, misalnya tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Ia menjelaskan, harus ada aturan-aturan yang mendukung di antara kementerian, seperti aturan berkaitan dengan Amdal, sehingga itu harus kami sinkronkan agar izin lingkungan bisa dikeluarkan lebih cepat.
Percepatan proyek pembangunan smelter yang membutuhkan dana investasi sekitar US$2,8 miliar tersebut, merupakan salah satu upaya pemerintah untuk terus memacu daya saing industri dalam negeri melalui peningkatan nilai tambah sumber daya alam atau hilirisasi industri.
“Banyak produk hilirisasi yang bisa kami kejar agar di Indonesia bisa ada pabrik-pabrik yang nanti akan menggunakan hasil (pemurnian) dari Freeport. Nilai tambahnya kami dorong,” ungkapnya.
Smelter Freeport yang dibangun di atas lahan 100 hektare itu diproyeksikan mampu menghasilkan produk hilir, antara lain 550.000 ton per tahun katoda tembaga, 1,3 juta ton terak,150 ribu ton gipsum, serta 6.000 ton lumpur anoda per tahun.
"Tentunya ditargetkan dapat mempercepat proses hilirisasi logam tembaga dan emas, sekaligus tumbuhnya industri hilir produk tembaga, seperti industri kabel, aquapipe dan semikonduktor," imbuhnya.
Kemenperin memproyeksikan, industri smelter tembaga masih sangat dibutuhkan untuk mengolah konsentrat tembaga dan anode slime yang mengandung emas. Terlebih, saat ini konsumsi tembaga nasional mencapai sebesar 500 ton per tahun, dan terus meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur kelistrikan, serta perkembangan kendaraan listrik.
Saat ini, industri dalam negeri mampu menghasilkan konsentrat tembaga sebanyak 3 juta ton per tahun, baik di Timika, Papua maupun di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Konsentrat tersebut baru terserap sebesar 30% oleh smelter tembaga dengan kapasitas 300 ribu ton per tahun.
Selain itu, smelter Freeport diproyeksikan menghasilkan pula produk utama sebesar 30 hingga 60 ton emas per tahun dengan konsumsi dalam negeri sebanyak 10 ton emas. Sedangkan sisanya akan diekspor. Sementara itu, turunan lain yang juga dapat diproduksi oleh smelter di Gresik adalah 120 ton logam perak.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.