Asosiasi penambang keluhkan harga jual bijih nikel yang tak sesuai HPM
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tata niaga industri nikel di Indonesia masih menimbulkan masalah. Pasalnya, pihak penambang masih mengeluhkan harga jual bijih nikel yang tidak sesuai dengan Harga Patokan Mineral (HPM).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, para penambang sampai saat ini merasa keberatan karena perusahaan smelter lokal tetap tidak menerima harga bijih nikel sesuai HPM yang berlaku. “Di sisi lain, kami selaku penambang membayar pajak sesuai HPM,” katanya, Selasa (11/8).
Padahal, pembentukan formula HPM berdasarkan kesepakatan bersama antara penambang, pemilik smelter, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga Kemenko Maritim dan Investasi (Marves).
Baca Juga: Aturan tata niaga nikel domestik terlaksana, ini harapan APNI untuk dirjen minerba
Hal ini sesuai dengan hasil rapat koordinasi di Kemenko Marves pada 11 Maret 2020 lalu. Kesepakatan ini pun tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020.
Meidy menyebut, pihaknya kembali membahas masalah implementasi formula HPM dengan Kemenko Marves. Ia juga mengaku, pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk mengawasi transaksi jual-beli bijih nikel antara penambang dan pemilik smelter.
APNI menyambut positif pembentukan satgas tersebut dengan harapan transaksi jual-beli bijih nikel yang sesuai HPM dapat terlaksana secara konsisten. “Pasti HPM bisa terlaksana, karena smelter akan dicabut izin ekspornya jika pembelian bijih nikel tidak sesuai HPM,” tandas Meidy.
Mengutip berita sebelumnya, wacana pembentukan satgas pengawas transaksi bijih nikel pernah diutarakan oleh Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak. Dia menyatakan, satgas tersebut terdiri dari pihak Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Yunus menargetkan, pembentukan satgas pengawas tersebut bisa terwujud di bulan Agustus. Dari hasil pengawasan satgas ini, ia menegaskan bahwa pemerintah akan memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar ketentuan transaksi jual-beli bijih nikel sesuai HPM.
Sebagai tambahan, berdasarkan data Kementerian ESDM, per semester I-2020, produksi bijih nikel nasional mencapai 15,85 juta ton. Dari jumlah tersebut, 13,19 juta ton atau sekitar 83,21% produksi di semester pertama sudah terserap di pasar dalam negeri.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.