Aturan Ekspor Mineral Tak Konsisten, 600 Pekerja Smelter Kena PHK
Jakarta -
PHK itu tertuang dalam Surat Keputusan Nomor A/17/VII/IF-Dir/002. Dalam surat itu tertulis bahwa kondisi perekonomian yang terjadi beberapa tahun ini baik lokal maupun global dan saat keadaan mulai membaik distorsi dengan adanya kebijakan pemerintah di awal tahun ini yang tidak sejakan dengan Undang-undang sehingga merugikan pelaku usaha di bidang peleburan nikel di Indonesia.
Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, menuturkan bahwa Indoferro akan mem-PHK 600 pekerjanya. Penyebabnya, pembukaan keran ekspor membuat harga nikel di pasar global jatuh, sehingga pengolahan dan pemurnian nikel di dalam negeri jadi kurang ekonomis.
"Indoferro kami dapat laporan dari Cilegon kemarin, mereka akan memberhentikan 600 orang. Separuhnya akan di-PHK," kata Putu dalam acara Halal Bihalal Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) di JS Luwansa, Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Direktur Pengembangan Bisnis Indoferro, Jonatan Handojo, menjelaskan bahwa total pekerja di smelter Indoferro berjumlah 1.200 orang. 600 orang di antaranya akan di-PHK, lalu 200 orang dirumahkan. Sisanya 400 karyawan tetap bekerja.
"Total yang di-PHK 600, yang dirumahkan 200 pekerja. 400 karyawan masih kerja," ujarnya.
Gara-gara pemerintah membuka kembali ekspor, harga nikel turun sampai di bawah US$ 11.000/ton. Padahal, biaya produksi di smelter saja sudah US$ 9.000/ton. Ditambah biaya-biaya lain seperti bunga bank, depresiasi, dan lain-lain maka pengusaha smelter tekor kalau harga nikel di bawah US$ 11.000/ton.
"Kalau harga nikel normal US$ 11.000-12.000/ton, kita masih bisa hidup. Kalau sudah sampai US$ 9.000/ton mati. Kita punya ongkos produksi sudah lebih dari US$ 9.000/ton. Belum bayar bunga bank, pinjaman pokok, perhitungan depresiasi. Enggak mungkin," paparnya.
Pihaknya mengaku kecewa. Indoferro mengikuti kebijakan pemerintah yang mendorong hilirisasi dengan melarang ekspor mineral mentah mulai 11 Januari 2014. Ternyata pemerintah tidak konsisten. Akibatnya harga nikel anjlok, tak menguntungkan lagi buat pengusaha smelter.
"Hancurnya (Indoferro) karena pemerintah membuka ekspor bijih nikel lagi. Kalau itu tidak dibuka pemerintah, harga masih stabil, kita masih untung," dia mengungkapkan.
Selama ekspor bijih nikel masih dibuka, kata Jonatan, harga akan tetap rendah dan tak ekonomis bagi industri pemurnian nikel di dalam negeri.
"Beberapa pengamat lembaga keuangan maupun perbankan menyebutkan bahwa selama bijih nikel masih keluar dari Indonesia, harga enggak bisa naik," tutupnya.
Terpisah, Direktur keuangan PT Indoferro Daid Cornelius mengatakan, terhadap karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja, pihaknya akan memenuhi hak karyawan tersebut sesuai dengan undang-undnag yang berlaku.
"Kita sudah memberitahukan jelas dalam pengumuman kepada seluruh karyawan bahwa pemenuhannya sesuai peraturan yang berlaku jadi untuk menyelesaikannya kepada setiap karyawan untuk mendatangi, menyelesaikan secara langsung ke kantor konsultan yang ditunjuk," kata dia. (mca/dna)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.