Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan, ekspor barang-barang mentah merugikan negara. Hal ini menjadi alasan pemerintah melalukan pelarangan ekspor nikel.
Sejak akhir Oktober lalu, pemerintah melakukan evaluasi soal ekspor nikel yang diduga terjadi pelanggaran. Hasilnya 11 perusahaan dievaluasi, 9 di antaranya dinyatakan bisa kembali melakukan ekspor.
"KPK sudah masuk dan ini kalau dibiarkan terlalu banyak boss. Alternatif terbaik ini (pelarangan) yang kita lakukan dan tidak ada yang dirugikan. Sekarang baru naik (harga nikel) karena kita tutup," ungkapnya Senin malam, (19/11/2019).
Perusahaan yang tidak bisa kembali ekspor barangnya akan dibeli smelter lokal dengan harga US$ 30 per metrik ton. Menurut Bahlil penetapan harga tersebut sudah sesuai standar. Pasalnya harga realnya US$ 32 per metrik ton. "Setelah untuk jatah ini itu realnya jadi US$ 29 - 30 per metrik ton," imbuhnya.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, demi meningkatkan nilai tambah, nikel harus diolah di dalam negeri, sehingga ekspor tidak dilakukan dalam kondisi barang mentah. "Kalau nggak setuju mereka nggak cinta negara. Makanya yang memenuhi syarat monggo (ekspor lagi). Kenapa 9 tanyakan pada tim tekhnis" tegasnya.
Bahlil menerangkan sekarang ada mobil listrik di mana sumber bakunya ada di dalam negeri. Menurutnya pihaknya intensif melakukan kominikasi dengan pabarik Hyundai terkait investasi mobil listrik di Indonesia. "Saya belum katakan investasinya.
Sebelumnya berdasar dokumen yang diterima CNBC Indonesia, putusan ini berdasarkan rapat pada 7 November 2019 pekan lalu di gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan dipimpin langsung oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Rapat tersebut membahas kemajuan smelter masing-masing perusahaan yang mengantongi surat izin ekspor. Tim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga sudah melakukan inspeksi ke lapangan sejak 29 Oktober hingga 2 November 2019.
Berdasarkan hasil inspeksi tersebut, 2 perusahaan dinyatakan dilarang ekspor yakni PT Tonia Mitra Sejahtera dan PT Toshida Indonesia.
"Keputusan hasil rapat pada tanggal 7 November, bahwa 9 perusahaan yang terkena NHI (nota hasil intelijen) dapat dilayani ekspornya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan apabila kedapatan kadar nikel < 1,7% dan persetujuan ekspor (PE) atas perusahaan tersebut masih berlaku," tulis dokumen tersebut, yang ditandatangani oleh Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi, Jumat (8/11/2019).
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.