BKPM Tanggapi Surat Erick Thohir Soal Pembatasan Izin Usaha Penyediaan Listrik
JAKARTA - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merespon isi surat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, di mana salah satu poin yang disampaikan adalah mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power.
Juru bicara BKPM Tina Talisa mengatkan, pihaknya mendukung langkah yang diambil Menteri BUMN untuk menangani persoalan yang tengah dihadapi PLN. Persoalan itu oversupply pasokan listrik dan masalah cash flow perseroan.
Bahkan, Tina menegaskan bahwa apa yang dilakukan Erick Thohir bukanlah menghentikan seluruh perizinan captive power, melainkan hanya akan membatasi perizinannya. Pernyataan ini sekaligus merespon penilaian bahwa surat Erick Thohir akan berdampak pada investasi pembangkit listrik yang dilakukan pihak swasta di dalam negara.
Baca Juga: Surat Erick Thohir ke Menteri ESDM dan BKPM Bisa Pengaruhi Investasi
"Pada prinsipnya, BKPM mendukung kebijakan yang telah ditetapkan oleh Menteri BUMN. Yang harus digaris bawahi adalah pemerintah akan membatasi, bukan akan menghentikan seluruh perizinan captive power," ujar Tina, Senin (5/10/2020).
BKPM justru menilai ada beberapa perusahaan yang menganggap pembatasan sebagai hal yang positif. Alasannya, karena perusahaan dapat mengurangi biaya untuk pembangunan pembangkit listrik secara mandiri, khususnya untuk perusahaan yang sedang membangun smelter.
Meski begitu, kata Tina, perlu dilakukan peninjauan kembali dengan seksama. khususnya, mengidentifikasi perusahaan mana saja yang membutuhkan captive power dan mana perusahan yang atau tidak membutuhkannya saat pengerjaan proyeknya. Tinjauan itu dilakukan khususnya di daerah Jawa dan Bali.
"Apakah memang seluruh perusahaan membutuhkan captive power atau tidak dalam pengerjaan proyeknya, khususnya di daerah Jawa dan Bali," kata dia.
Baca Juga: 3 Keuntungan Proteksi Keuangan dan Investasi
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, surat tersebut akan berimplikasi bagi melambatnya investasi di Indonesia baik bisnis pembangkit listrik dan non pembangkit listrik. Resiko itu terjadi karena meningkatkan persepsi bahwa telah terjadi pembatasan izin usaha.
"Pandangan saya, surat itu kurang tepat karena surat itu akan berimplikasi dan membuat persepsi meningkatnya resiko investasi di Indonesia secara umum, tidak hanya pembangkit listrik tapi juga non pembangkit listrik. Karena disebutkan disebutkan adalah tidak memberikan izin usaha penyediaan tenaga listrik," ujar Fabby saat dihubungi,
Dia mengutarakan, dalam Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan menjelaskan bahwa tidak hanya PLN saja yang berhak untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, namun juga badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik memiliki hak melakukan usaha penyediaan tenaga listrik.
Meski begitu, PLN sebagai pelaksana utama usaha penyediaan tenaga listrik di dalam negeri, tetap memegang hak untuk mendapatkan prioritas pertama (first right of refusal) dalam penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Apabila PLN sebagai pemilik hak untuk diprioritaskan menolak untuk melakukan usaha penyediaan tenaga listrik, maka kegiatan ini kemudian ditawarkan kepada entitas-entitas lainnya.
Sementara itu, dalam aturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2005 menjelaskan pihak swasta hanya dapat menyelenggarakan usaha tenaga listrik di wilayah usaha PLN atau pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL). Artinya, perusahaan swasta dalam menyelenggarakan usaha tenaga listrik di wilayah usaha harus melaksanakan kerja sama dengan PT PLN.
Bahkan, pihak swasta harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada kantor PLN di wilayah usaha yang telah mendapatkan persetujuan Menteri. Kerja sama tersebut nantinya akan dituangkan dalam bentuk perjanjian jual beli tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA).
"Jadi kondisinya seperti itu sekarang, surat dari Erick Thohir itu kalau saya bisa pahami kalau kondisi PLN itu mengkhawatirkan secara finansial, terutama tahun ini (2020), pembangkitnya mulai bertambah, malah permintaan mulai menurun dan akhirnya PLN harus membayar penalti. Itu alasannya Erick mengirimkan surat ke Menteri ESDM," ujar dia.
Pembatasan izin usaha untuk pemakaian secara mandiri dan captive power yang digunakan sektor industri, kata dia, akan menghalangi pihak swasta untuk bisa memanfaatkan atau memastikan mereka memiliki pasokan listrik yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.