BUMN dan BUMD Dapat Prioritas Saham Divestasi Freeport
Jakarta - Pemerintah telah setuju memperpanjang operasi PT Freeport Indonesia (FI) di Tanah Air secara bertahap 2x10 tahun, sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Menteri Energi, Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan PT FI telah berstatus Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No.1 Tahun 2017, sehingga bisa mengajukan perpanjangan masa operasi di Indonesia.
Selain itu, Jonan mengungkapkan bahwa ketiga poin lainnya, juga telah disepakati oleh Freeport, yaitu divestasi saham 51 persen, pembangunan smelter, dan stabilisasi investasi atau besaran pajaknya.
Ditanyakan mengenai kesepakatan perpanjangan tersebut, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan bahwa negosiasi dengan perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut hampir rampung. Termasuk, pembahasan mengenai divestasi saham.
"Ya itu (divestasi saham 51 persen) teknisnya sedang dibicarakan," kata JK, Selasa (29/8).
Namun, JK menegaskan bahwa divestasi saham tersebut, nantinya akan diprioritaskan untuk perusahaan plat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terlebih dahulu. Kemudian, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Ya di PP itu ada urutannya (divestasi saham), pertama pemerintah termasuk BUMN. Kemudian, ada daerah, baru (pasar modal), ada susunanya. Tapi memang pemerintah dulu," ungkapnya.
Pastikan Pemerintah Terima Lebih dari PT FI Lebih lanjut, mengenai stabilitasi investasi, termasuk besaran pajak, JK memastikan bahwa pemerintah akan mendapatkan lebih besar dari pemasukan yang diterima selama ini dari Freeport.
"Ya (pemasukan negara prevailing) tapi tidak lebih rendah daripada (yang didapat) sekarang, pasti lebih baik," ujarnya.
Untuk diketahui, aturan mengenai divestasi saham sebesar 51 persen tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 77 Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, Freeport diwajibkan untuk melepaskan 51 persen sahamnya secara langsung. Namun, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu ingin melepas sahamnya secara bertahap.
Kemudian, aturan tersebut diperbaharui dengan PP No. 1 Tahun 2017. Dalam aturan itu, disebutkan bahwa perusahaan tambang modal asing yang telah berproduksi 10 tahun wajib melepas saham secara bertahap dalam lima tahun hingga 51 persen. Saat ini pemerintah sudah memiliki saham di Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen.
Sementara itu, mengenai aturan pajaknya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan bahwa besaran fiskal yang diatur dalam IUPK bisa lebih rendah. Sebagai contoh, pengenaan Pajak Badan perusahaan dari 30 persen kemudian berubah menjadi 28 persen dan saat ini sebesar 25 persen. Besaran pajak badan itu berbeda dengan ketentuan di Kontrak Karya yang ditetapkan 35 persen.
Tetapi, PT FI mengatakan bahwa IUPK belum mampu memberikan kepastian fiskal dan hukum. Mengingat, rezim fiskal menjadi prevailing.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.