BUMN dan BUMD Rebutan Kelola Blok Tambang Nikel di Morowali
Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan PT Antam (Persero) Tbk saat ini tengah memperebutkan blok tambang nikel seluas 1.896 hektare di Bahodopi Utara, Kabupaten Morowali.
Blok tambang tersebut sedang ditenderkan, dan diikuti oleh Antam dan PT Pembangunan Sulteng, perusahaan daerah (perusda) yang dikelola Sulteng.
Blok tambang tersebut akhirnya dilelang karena sebelumnya tak terurus, dan jauh sebelumnya blok tambang tersebut merupakan wilayah pengelolaan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dengan status Kontrak Karya dalam periode 1968-2015.
Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengatakan pemprov bersama masyarakat Sulteng sudah memperjuangkan pelepasan (relinquish) blok tersebut sejak 2008. Pasalnya, blok tersebut dalam kondisi telantar sehingga merugikan pemerintah daerah yang sekaligus secara tidak langsung memiskinkan masyarakat Sulteng.
Terlebih, menurutnya, pada 3 Juli 2015, Sudirman Said yang saat itu menjabat Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 34/K/30/MEM/2015 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Operasi Produksi di Daerah Bahodopi Utara, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Semula, IUP menginduk Vale, melalui beleid ini dipisahkan menjadi WIUP Khusus Produksi Blok Bohodopi.
Berlatarbelakang hal tersebut, Pemprov Sulteng dan masyarakat setempat ingin blok tambang tersebut dikelola oleh perusda Sulteng. Longki mengatakan tokoh masyarakat, dan pemuka adat setempat mendukung agar perusda yang mengelola tambang tersebut.
"Kami siap mengelola tambang tersebut. Kami juga sudah memiliki mitra yang memiliki kemampuan finansial sekaligus teknologi untuk pengembangan smelter nikel yang bernilai tinggi sehingga meningkatkan penerimaan daerah dan pusat. Mitra tersebut saat ini juga memiliki tambang dan smelter di wilayah Sulteng," kata Longki dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (29/7/2018).
Dalam hal ini, PT Pembangunan Sulteng menggandeng mitra. Mitra ini akan menerapkan teknologi pengolahan bijih nikel kadar rendah (low grade nickel ore). Hal itu agar masa produksi Blok Bohodopi Utara bisa menjadi delapan kali lipat dibanding dengan penerapan teknologi umum saat ini.
"Mitra perusda juga berkomitmen menggandeng mitra internasional yang memiliki teknologi pengolahan nikel menjadi bahan baku batere mobil listrik," lanjutnya.
Terkait tender yang sekarang berjalan, Longki menyebut keikutsertaan Antam dalam tender didompleng oleh pihak luar.
"Saya tahu, Antam tak punya duit, mereka gandeng perusahaan swasta nasional untuk tambang itu. Nah, perusahaan swasta itu yang mem-back up Antam dari sisi pendanaan. Saya yakin 100%, mereka juga tak akan membangun smelter di sana," paparnya.
Selain itu, Direktur Utama PT Pembangunan Sulteng Suaib Djafar mengatakan ada keanehan dalam proses tender. Pada Maret 2018 perusda mendapatkan dokumen tender untuk WIUPK Produksi Bohodopi berikut nilai Kompensasi Data dan Informasi (KDI) WIUPK Produksi sebesar Rp 32 miliar.
Namun, pada Mei 2018 terjadi perubahan status menjadi WIUPK Eksplorasi dan juga kenaikan KDI menjadi Rp 184,8 miliar.
"Ini membingungkan perusda karena status WIUPK yang turun namun harga KDI menjadi hampir enam kali lipat harga sebelumnya," tambahnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.