Bank Mandiri dan BNI Siapkan Kredit Jumbo untuk Proyek Smelter
JAKARTA - Dua bank pelat merah, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk berencana menyalurkan pinjaman ke perusahaan tambang yang berniat membangun pabrik pengolahan hasil tambang (smelter) di dalam negeri.
Direktur Corporate Banking Mandiri Royke Tumliar menyambut baik keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam beleid tersebut perusahaan tambang yang ingin melanjutkan ekspor harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Ditambah, perusahaan juga diwajibkan untuk membangung waktu dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Ia mengklaim telah mendapatkan sinyal dari manajemen Newmont terkait perubahan kontrak tersebut dan bersedia membangun smelter.
“Kalau dulu kan aturannya masih abu-abu, belum konkret, yang gede-gede itu seperti Freeport dan Newmont belum bangun smelter, sekarang ini dengan PP ini ada kejelasan. Newmont klien kita, kalau mereka bangun ya masa kita gak ikutan,” ujar Royke kepada CNNIndonesia.com, Senin (25/1).
Sebelumnya, Bank Mandiri pernah mengucurkan pinjaman senilai US$360 juta atau sekitar Rp4,7 triliun kepada PT Medco Energi Internasional Tbk. Dana tersebut untuk membiayai akuisisi PT Newmont Nusa Tenggara melalui PT Amman Mineral Internasional (AMI). Pinjaman ini dikucurkan bersamaan
Menurut Royke, Bank Mandiri dan dua bank BUMN lain yakni BNI dan BRI bersedia memberikan pinjaman kepada Medco karena melihat potensi aset yang dimiliki Newmont. Saat ini, tambang Batu Hijau milik Newmont di Nusa Tenggara mampu memproduksi emas dan tembaga.
Dengan adanya kegiatan penambangan emas, Royke mengatakan, prospek perusahaan tersebut bagus. Apalagi, harga emas saat ini cenderung naik. Kendati demikian ia enggan menyebutkan berapa nilai kredit yang disiapkan oleh Bank Mandiri untuk mendanai proyek smelter tersebut. Yang pasti ia mengklaim jumlahnya cukup besar.
“Belum ada komitmen, tapi kalau ada sekarang kami pasti mau,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Bisnis Banking BNI Herry Sidharta mengungkapkan, meski terlibat dalam pembiayaan akusisi Newmont, saat ini perseroan belum memiliki portfolio kredit di proyek smelter dengan nilai yang jumbo.
Bank berlogo 46 ini menilai, transaksi ini dinilai strategis karena perusahaan yang akan diakuisisi selama ini berkontribusi besar terhadap devisa negara.
“Kami telah membiayai perusahaan smelter tapi masih yang kecil-kecil. Kalau IUPK kan sesuai ketentuan yang baru. Kalau dalam perhitungannya feasible dan bankable ya kami mau saja (membiayai),” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Meski enggan menyebutkan nilainya, ia mengaku siap jika kliennya itu membutuhkan dana segar untuk membangun pabrik smelter. Perseroan pun telah menyediakan plafon kredit hingga Rp10 triliun yang siap dikucurkan untuk sektor komoditas.
“Khusus untuk smelter tidak ditentukan masih global, kalau total plafon untuk komoditi antara Rp8 hingga Rp10 triliun,” ujarnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.