Beda dari Nikel, Kenapa Sih Industri Hilir Tembaga Gak Jalan?
Jakarta, CNBC Indonesia - Hilirisasi tembaga di Indonesia terlihat tidak begitu berkembang bila dibandingkan dengan komoditas mineral lain seperti nikel yang sejak beberapa tahun terakhir sejumlah smelter nikel mulai beroperasi.
Melihat kondisi ini, pemerintah pun terus mendorong agar perusahaan tambang tembaga juga membangun smelter di dalam negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan industri hilir tembaga perlu dikembangkan agar memiliki nilai tambah bagi negara.
Dia mengakui, belum jalannya hilirisasi komoditas tembaga ini kerap disindir oleh sejumlah pihak bahwa Indonesia hanya terus menjual tanah air, karena hanya menggali dan menjual, belum sampai ke sektor hilir.
"Sebagaimana sering disindir banyak pihak, kita sering jual tanah air, gali jual, ini paradigma yang ingin kita alihkan menjadi (komoditas) bernilai tambah," ungkapnya dalam Webinar 'Masa Depan Hilirisasi Tembaga Indonesia', Rabu (14/10/2020).
Lebih lanjut dia mengatakan, untuk meningkatkan nilai tambah diperlukan modal berupa investasi. Kondisi ini menurutnya memang tidak mudah bagi badan usaha, karena harus ada perhitungan matang dari setiap sen yang dikeluarkan.
Pun demikian dengan pemerintah, setiap sen yang tidak didapatkan harus dihitung karena ini merupakan hak dari masyarakat. Keseimbangan badan usaha dan pemerintah harus dicari bersama.
"Keseimbangan ini yang kita cari. Perbedaanya adalah kita ingin agar proses nilai tambah yang panjang itu sebisa mungkin berikan dampak. Meningkatkan nilai tambah, lapangan kerja, dan kemandirian," ungkapnya.
Pola pikir mencari keseimbangan antara badan usaha dan pemerintah saat ini masih belum banyak dilakukan. Pihaknya ingin adannya keseimbangan pola pikir hitungan korporasi dengan pola pikir keseimbangan negara.
Undang-Undang No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), imbuhnya, semakin memperkuat dan menegaskan hilirisasi nilai tambah tembaga menjadi seuatu yang wajib dikerjakan.
"Dilakukan baik bagi pemerintah yang nyuruh wajib dan pelaku industri agar terimplementasi dengan baik," tegasnya.
Seperti diketahui, saat ini baru ada satu smelter tembaga yang cukup besar dioperasikan PT Smelting, perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi yang telah dibangun sejak 1996 di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton tembaga per tahun dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.
Kini Freeport telah membangun smelter tembaga kedua yang juga berlokasi di Gresik, tepatnya di kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), dengan kapasitas olahan sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Adapun nilai investasi yang dibutuhkan diperkirakan mencapai US$ 3 miliar.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.