JAKARTA - PT Medco Energi Internasional Tbk terbilang perusahaan yang nekat. Pada saat harga minyak sedang menukik sampai US$ 45 per barel dan sempat ingin menjual sahamnya kepada Pemilik Harum Energy Kiki Barki, Medco malah memilih mengakuisisi tambang emas. Bermula dari sebuah tawaran dari koleganya untuk membeli tambang emas Newmont Nusa Tenggara yang saat itu memiliki aset US$ 3,74 miliar pada Semester I-2016.
Tawaran itupun langsung disambut hangat oleh Arifin Panigoro dan Hilmi Panigoro saat itu. Setelah mendapatkan kabar dari kawannya itu untuk mengakuisisi tambang emas itu, Hilmi masih dihadapkan dengan persetujuan manajemen Medco yang khawatir dengan penambahan utang baru. Maklum, saat itu utang Medco mencapai US$ 1,5 miliar, bila ditambah dengan utang baru untuk membeli aset tambang itu bisa saja menggunung.
Namun, dalam proses 1,5 tahun akhirnya Arifin dan Hilmi memutuskan untuk menerima tawaran dari seorang bankir gaek Agus Projosasmito yang juga mantan Direktur Utama Danareksa. Agus secara intens melakukan negosiasi kepada pemegang saham Newmont kecuali saham milik Jusuf Merukh melalui PT Pukuafu Indah.
Hilmi Panigoro Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk mengisahkan panjangnya perdebatan dan juga proses dari akuisisi saham Newmont. Dia bercerita, bahwa Agus lah yang mendapatkan kontak dengan para pemegang saham PT NNT untuk melakukan negosiasi pembelian, namun demikian Agus tidak memiliki kendaraan untuk mencari pendanaan dalam rangka mengakuisisi saham Newmont tersebut. "Dia perlu kendaraan yang seperti Medco, kami ketemu, sepakat, dan berpartner," ungkap dia kepada KONTAN di kantornya, (14/9) lalu.
Dia menerangkan, proses negosiasi sampai dengan deal harga yang melakukan adalah Agus Projo dengan memakai bendera PT Amman Mineral International (PT AMI). "Yang dapat deal ini pak Agus," kata Hilmi menegaskan.
Ia menjelaskan, Arifin dan dirinya memang sudah lama mengenal Agus Projo, namun dirinya tidak tahu apakah sebelum bertemu dengan Medco, Agus Projo sudah menawarkan peluang akuisisi ini kepada perusahaan lain. "Saya tidak tahu kalau soal tawaran ke tempat lain, tetapi memang kebetulan kami sudah lama mencari diversifikasi bisnis," kata dia.
Sementara itu, kata Hilmi, alasan Jepang (Mitsubishi) dan Newmont Corp menjual seluruh sahamnya di NNT karena isu soal divestasi 7% ini sudah berlarut-larut ditambah dengan kewajiban membangun smelter. Padahal, harusnya kontrak karya dihormati dan tidak memaksa. "Lu bangun smelter! atau lu engga boleh ekspor,” begitu kira-kira Hilmi membahasakan desakan pemerintah kepada investor yang sudah lama di Indonesia. Cara komunikasi seperti itu tidak elegan, sebab di manapun kontrak karya harus dihormati semua pihak.
Terlepas dari itu, kini nasi sudah menjadi bubur. Melalui PT Amman Mineral Interasional, Medco mendapatkan Newmont. Nilai akuisisi yang digelontorkan mencapai US$ 2,6 miliar. Saat ini secara tidak langsung, Medco mendapatkan 82,2% saham Newmont. Selebihnya masih dipegang Jusuf Merukh. Untuk meresmikan akuisisi tersebut, pada 30 Oktober 2016, Medco akan mengadakan RUPS dengan agenda mengesahkan Newmont sebagai anak usaha. "Mungkin saja nama Newmont saya ganti," kata dia. Soal para direksi Newmont saat ini, Hilmi mengatakan, mereka adalah aset berharga bagi Medco.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.