Belum Ajukan, Freeport Bisa Dapat Izin Ekspor Lagi
INILAHCOM, Jakarta - Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot mengatakan PT Freeport Indonesia (PTFI) sampai saat ini belum mengajukan izin perpanjangan rekomendasi izin ekspor konsentrat tembaga.
Padahal, rekomendasi yang berlaku satu tahun itu akan berakhir pada 15 Februari 2019 nanti. Namun dia memastikan bila perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu mengajukan perpanjangan pihaknya akan memberikan. "Pengajuan belum masuk, akan dikasih lah," kata Bambang di kantornya, Jakarta Selatan (9/1/2019).
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral di Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Yunus Saefulhak mengamini izin ekspor PTFI akan habis di bulan Februari 2019.
Menurut dia, izin eksport akan dikeluarkan oleh pihaknya apabila Freeport memenuhi beberapa syarat. Antara lain, cadangan, Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diajukan dan kemajuan pembangunan smelter.
"Itu yang dijadikan pertimbangan. Setelah tiga itu oke, ajukan permohonan mereka, disesuaikan dengan kurva yang sudah dijanjikan masing-masing perusahaan. Apabila sudah 90 persen kemajuan akan disetujui berikan izin eksportnya," kata dia.
Sementara Juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama sudah mengatakan pihaknya sudah memberikan permohonan itu kepada Kementerian Energi. Tapi Riza tidak merinci berapa jumlah volume ekspor konsentrat tembaga yang diajukan. "Sudah kami ajukan perpanjangan," kata Riza di Jakarta, (8/1/2018).
Dia juga belum bisa merinci kemajuan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur. Padahal pembangunan smelter adalah salah satu syarat utama mendapatkan perpanjangan rekomendasi ekspor.
Evaluasi kemajuan smelter dilakukan Kementerian ESDM setiap enam bulan sekali terhitung sejak diterbitkannya rekomendasi ekspor. Setiap evaluasi itu progres smelter minimal 90% dari rencana kerja. Bila tidak mencapai target tersebut maka izin ekspor akan dicabut.
Sekedar diketahui, kemajuan smelter Freeport baru mencapai 2,43% pada Februari 2018 kemarin. Progresnya berupa penimbunan lahan smelter seluas 200 hektar. Adapun kegiatan tersebut menelan investasi hingga US$100 juta.
Berdasarkan rencana kerja hingga Agustus 2017 lalu progres tambahan sebesar 2,75%. Dengan begitu total kemajuan pembangunan smelter mencapai 5,18%. Rencana kerja pembangunan pada tahun 2018 antara lain berupa stabilitas lahan pondasi, menyusun studi kelayakan, dan perencanaan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
Diperkirakan dana yang dikucurkan selama satu tahun ini sebesar US$110 juta. Pada 2019 ini pembangunan akan memasuki tahap konstruksi.
Adapun lokasi pembangunan smelter Freeport berada di kawasan industri Gresik, Jawa Timur yakni java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE). Freeport sebenarnya mulai membangun smelter sejak 2014 silam. Pembangunan smelter itu seiring dengan kebijakan pemerintah yang hanya mengizinkan mineral hasil olahan untuk diekspor.
Lokasi smelter kala itu menyewa lahan milik PT Petrokimia Gresik. Namun pada 2017 kemarin lokasi berpindah ke JIIPE yang dekat dengan pelabuhan. [hid]
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.