Bos Antam Bicara Freeport Sampai Tambang Emas Raksasa
Jakarta, CNBC Indonesia- Usai Head of Agreement antara PT Inalum (Persero) dan Freeport McMoran diteken, saham PT Antam Tbk melesat hingga 7,58%. Anak usaha Inalum ini digadang-gadang sebagai calon 'pewaris' tambang emas terbesar di RI di masa depan.
Dijumpai oleh Tim CNBC Indonesia yang terdiri dari Gustidha Budiartie, Rivi Satrianegara, dan Fotografer Andrean Kristianto, saat berkunjung ke kantornya pada Jumat (13/7/2018), Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo buka-bukaan soal rencana sinergi Antam dengan Freeport.
"Kami sekarang sister company," kata Arie, menjelaskan posisi Antam dan PT Freeport Indonesia yang bakal ada di bawah satu payung induk BUMN Pertambangan, Inalum.
Tak hanya bicara soal Freeport, Arie pun panjang lebar mengenai perjalanan bisnis perusahaan dan potensi tambang emas disebut-sebut bisa kalahkan Newmont di Nusa Tenggara Barat. Berikut percakapannya;
Harga saham ANTM menguat pasca penandatanganan Head of Agreement antara PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) atau Inalum dengan Freeport-McMoRan, tanggapan Bapak? Pada intinya Freeport Indonesia nanti menjadi anggota holding BUMN Pertambangan. Jadi nanti levelnya sejajar dengan Antam, PT Bukit Asam, PT Timah, maupun Inalum sendiri.
Inalum kan nanti holdingnya. Jadi nanti sejajar, Freeport itu merupakan sister company kami. Tapi kembali lagi nanti potensi bagaimana kita bisa bersinerginya.
Bagaimana pun juga, kalau kita bicara sekarang ini kan penanganan Freeport ditangani oleh kebanyakan tenaga Freeport, ada kemungkinan untuk beberapa produk khususnya katakanlah subject to feasibility study-nya, misal anode slime, hasil copper smelter kan ada anode slime. Ada potensi disinergikan dengan antam untuk bisa dimurnikan jadi emas dengan precious metal refinery-nya.
Mereka kapasitasnya kan 6 ribu ton sebenarnya, potensi total awal pernah 2 ribu ton. Kalau 2 ribu bisa menghasilkan 20 ton emas, tapi nanti bisa ditingkatkan menjadi 4 ribu hingga 6 ribu, kalau 10% nya bisa menjadi 60 ton emas. Yang di mana setahu kami saat ini anode slime diekspor ke Jepang.
Sudah ada pembicaraan anode slime dibawa ke Antam? Itu nanti tergantung studi kelayakan, kita bicara dalam arti sinergi. Dan itu nanti secara aturan, anode slime itu masih bisa diekspor atau apa ya
Kalau 6 ribu ton, semua akan dibawa ke Antam atau bagaimana? Ya tidak tahu nanti, ini kan artinya sister company.
Bagaimana pun juga kalau sinergi kan tetap harus ada benefit ke dua belah pihak. Tidak bisa mentang-mentang sister company atau sesama BUMN terus penunjukan langsung, enggak juga kan.
Jadi, selama katakanlah proyek ini feasible dan bisa memberi benefit kepada kedua belah pihak, sinergi itu akan jalan. Tapi kalau ternyata dikelola Antam jadi lebih mahal sehingga rugi atau sebaliknya, kami harus beli anode slime mahal sehingga Antam memproduksinya rugi, ngapain juga kan. Jadi nanti studi kelayakan dulu bagaimana proyek anode slime ini bisa layak. Tapi ini merupakan potensi sinerginya di situ.
Selain anode slime?
Mungkin kedua, kalau dikatakan kemampuan dalam melakukan tambang bawah tanah khususnya emas. Kalau di Antam kan sudah cukup lama berpengalaman, tapi kami harus akui teknologi memang berbeda.
Jadi kalau ditanya "Apakah Antam mampu menangani tambang Freeport?" Kalau menurut saya saat ini bicara jujur saja, belum mampu.
Belum mapu karena teknologi mereka mungkin lebih advance dari yang kita sudah pernah alami, jadi perlu waktu untuk kita sampai di level apa yang mereka lakukan saat ini. Kalau bicara jujur istilahnya, teknologi dia lebih advance, tingkat kesulitan lebih complex.
Artinya secara kompetensi kemampuan selama belajar akan mampu nantinya, tapi needs time. Tidak seolah-olah sekarang kita mampu, menurut saya juga belum. Perlu pembelajaran atau perlu satu training lagi. Ke depannya mungkin salah satu sinergi Antam kalau bisa ikut terlibat bagaimana menguasai pengoperasian teknologi di Freeport itu.
Sehingga kelak kalau pernah dengar tambang Sumbawa Timur Mining (STM) itu kira-kira mining-nya mirip Freeport, 400 meter di bawah tanah. Intinya lebih ke copper dan emas, teknologi bisa sama.
STM itu yang sama Vale International SA? Itu kabarnya bagaimana? Sama Vale itu kan kita lagi tahap diskusi untuk melakukan pembayaran-pembayaran, di antaranya penambahan saham secara pasti. Dengan jangka waktu yang akan ditentukan, sebagai contoh setelah tahun ke 5 secara berkala akan ada ada tambahan saham kita secara pasti dengan jangka waktu yang akan ditentukan. Jadi sesuai aturan setelah tahun ke sepuluh kita sudah menguasai paling tidak 51%.
Sekarang berapa Pak? 20%, jadi sekarang masih dalam tahap pembicaraan, karena Vale memang punya kewajiban mengamandemen kontrak. Jadi masih dalam negosiasi. Kalau bicara regulasi, selama Kontrak Karya masih berlaku harus diselesaikan baru pindah ke IUP.
Bagaimana bisa kerjasama kelola tambang STM? Sebernya STM sudah lama, dari tahun 2000an awal. Ada penyertaan pemerintah, jadi ada kemungkinan setahu saya kan IUP-IUP dikuasai negara. Jadi pas ada KK harus ada penyertaan pemerintah, di sinilah Antam mendapat saham atau kadang ada IUP yang dulu 100% Antam tapi perlu development strategic partner yang berpengalaman, sehingga Antam jadi minoritas dan mereka masuk sebagai majority.
Jadi awal mungkin begitu. Jadi kalau STM kerja sama sudah lama, tapi kemarin baru di-expose di sana ada cadangan yang lebih tinggi dari Newmont. Cuma, metode penambangannya berbeda. Kalau Newmont open pit, di sini underground tentu lebih mahal.
Sehingga perlu dikaji lagi apakah kelayakannya itu dengan harga emas yang sekarang di level US$ 1.200 an layak, atau pada emas di harga berapa dia layak? Bisa saja US$ 1.100 atau US$ 1.300, ini yang masih harus dikaji.
Sudah sampai Juni, kinerja semester I bagaimana? Laporan produksi semester I cukup menggembirakan. Dari segi feronikel, sampai semester I sudah 12.800 ton nikel dalam feronikel (TNi). Dari target 26.000 ton, jadi separuh tahun 13.000. Namun kalau dibanding tahun lalu jauh meningkat, karena sepanjang tahun hanya produksi 21.700 ton. Tahun ini meningkat jadi 26.000, tengah tahun sudah 12.800 ton. Hampir mendekati setengah, kalau tahun lalu semester pertama 9.300 ton.
Melihat semester II bagaimana? Hopefully, di semester II secara overall akan lebih dari semester I dari segi produksi. Semoga saja harga emas, sekarang kan sedang turun. Harga nikel juga kembali lagi turun 1,7%, namun masih di level US$ 13.800, sedangkan kita punya cost total produksi US$ 9.000 per ton, jadi masih untung.
Ada apa di balik kinerja positif Antam saat harga emas rendah? Kalau kita bicara emas, emas ini turun kalau harga ada bandwidth dia fluktuasi. Setahun ini saya lihat US$ 1.240 hingga US$ 1.350, plus minus tak terlampau signifikan.
Kalau dari segi voltalitas, harga emas lebih stabil dari komoditas lain. Karena memang masih dipakai alat investasi, alat untuk sebagai alternatif uang. Untuk hedging uang kan pakai emas. Peningkatan karena apa? Volume, cukup jelas signifikan.
Semester I tahun lalu 2,7 ton, kalau tahun ini 13,1 ton. Jauh, lompat. Di akhir tahun target kita dalam RKAP 24 ton, jadi penjualan emas 12 ton, sudah tercapai 13,1 ton. Pasar penjualan emas memang cukup bagus, yang kami jual kan emas investasi bukan perhiasan. Kenapa bisa margin, kami hanya ikuti harganya.
Melihat harga emas ke depan? Saya lihat ada antara 1240-1350. Artinya sekarang ini kalo ngomong kita biasa bermain saham sudah di support level-lah kalau tembus ke bawah ya anjlok, sekarang ini kayaknya sudah pada di titik bawah. Tinggal dia naik mentok di 1350 turun lagi, sampai kondisi apa naik lagi.
Ini kebanyakan diakibatkan kenaikan suku bunga, baik the Fed dan Indonesia. Orang investasi kan lihat, pas bunga tinggi ditaruh lagi di deposito, bukan artinya dijual Ini kan penjualan emas berlanjut, tinggal pilihan orang ke mana. Tapi kalau dari segi volume tidak menurun, yang dijual Antam 2 ton terjadi, tidak turun.
Kalau harga? Akan di level US$ 1.300, stabil di situ. Ini sekarang udah bottom, nanti naik lagi. US$ 1.300 lah, cuma kita kan tidak bisa menjadi ahli nujum, kita tidak punya kekuatan melihat ke depan bagaimana harga komoditas, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.
Dengan kondisi ekonomi saat ini, terhadap keseluruhan bisnis bagaimana untuk Antam? Kalau emas ya, menurut saya masih dalam konteks kewajaran dalam arti berada di range plus minus tadi. Belum ada koreksi dalam. Masih dalam kondisi stabil dan normal. Kalau nikel, menurut saya sudah mungkin di atas US$ 12-13 ribu ke depan, mungkin US$ 14 ribu. Cenderung naik.
Sejauh mana Antam memandang trade war mempengaruhi harga komoditas? Kalau kita bicara komoditas, China yang lebih menentukan. Nikel, mereka the biggest producer. Batu bara, mereka the biggest consumer. Jadi kita lihat apa dampak yang dilakukan Amerika Serikat ke China. Kalau ekonomi China turun, dampaknya ke harga komoditas.
Saya tidak tahu sejauh mana AS melakukan war ini, istilahnya AS tidak langsung ke kita. Efek kita banyaknya ke China. Kalau bicara komoditas, ekspor orientasinya jual ke China. Jadi kondisi di sana yang buat harga di level mana.
Antisipasi Antam? Biasa saja, harga kan tadi saya sampaikan baik. Khususnya nikel sudah dalam beberapa bulan US$ 14.000, padahal kita punya biaya let's say US$ 9.000, jadi room masih banyak untuk kita lebih agresif ke depan. Terlebih kita tahu, kendaraan listrik adalah masa depan. Yang di mana salah satu komponennya dari nikel, itu yang membuat kenapa harga ini naik. Sehingga supply daripada ore sendiri menjadi perhitungan terhadap kenaikan harga.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.