Bupati Bantaeng Kritik Relaksasi Ekspor Mineral Mentah
REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Bupati Bantaeng Nurdin Abdullah mengeritik kebijakan pemerintah pusat terkait relaksasi ekspor mineral mentah yang tertuang dalam Permen ESDM No 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No 6 Tahun 2017. "Saya yakin itu (kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah, Red) kalau digugat ke MK pasti dibatalkan, karena bertentangan dengan undang-undang," kata Nurdin yang ditemui di Makassar, Senin (6/2).
Nurdin menyayangkan kebijakan tersebut dibuat ketika pembangunn smelter mulai banyak dilakukan. "Kami berharap pemerintah memikirkan kembali kebijakan ini," ucapnya.
Sementara itu Sekretaris Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulsel Syamsul Bachri menilai kebijakan relaksasi ekspor mineral mentah ini akan berpengaruh negatif terhadap investasi pembangunan smelter (pabrik pemurnian) nikel di Kabupaten Bantaeng.
"Kalau ekspor bahan mentah diperbolehkan kembali, smelter yang di Bantaeng itu dapat bahan bakunya bagaimana? Kalau ekspor bahan mentah diperbolehkan," kata Syamsul.
Sebagai informasi, beberapa pokok ketentuan dalam Permen ESDM No 5 Tahun 2017 dan Permen ESDM No 6 Tahun 2017, antara lain pertama, pemberian kelonggaran ekspor terhadap mineral yang belum diolah dan dimurnikan selama lima tahun sejak Januari 2017. Kedua, pemberian kelonggaran ekspor mineral selama lima tahun sejak Januari 2017 kepada pemegang Kontrak Karya (KK) yang melakukan perubahan bentuk pengusahaan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Ketiga, adanya mekanisme perubahan bentuk perubahan pengusahan dari KK menjadi IUPK.
Di Kabupaten Bantaeng sendiri, terdapat dua perusahaan yang membangun smelter, yaitu PT Titan Mineral Utama (TMU) dengan rencana investasi sebesar Rp 4,7 triliun, dan PT Huadi Nickel-Alloy Indonesia (HNAI) sebesar 130 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,7 triliun (kurs Rp 13.500 per dolar AS).
Smelter di Kabupaten Bantaeng ini, pada awalnya ditargetkan dapat beroperasi mulai Februari 2016. Sayangnya berbagai kendala menghadang, sehingga pengoperasiannya masih tertunda.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.