CERI Minta Dirjen Minerba Setop Izin Ekspor Mineral dan Konsentrat
JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman meminta Dirjen Minerba menyetop semua izin ekspor mineral mentah dan konsentrat dengan menarik rekomendasi yang telah diberikan kepada semua perusahaan yang melanggar kesepakatan dan menetapkan nilai denda minimal 20 % dari nilai kumulatif penjualan ekspor . Denda di bawah 20% diduga adalah praktek kongkilong.
“Kebijakan izin eksport mineral mentah telah mengancam puluhan smelter yang sudah dibangun dan beroperasi oleh pengusaha yang patuh terhadap UU Minerba , sebaliknya kebijakan eksport mineral telah menciptakan ketidak pastian hukum bagi dunia industri mineral dan telah menimbulkan ketidak percayaan investor bagi Pemerintahan Jokowi – JK,” kata Yusri dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (3/12).
Dia merujuk kesimpulan hasil RDPU DPR RI Komisi VII tgl 6 Desember 2016 dengan Dirjen Minerba dan Dirut PT Freeport Indonesia (PT FI ) serta PT Petrokimia Gresik yang ditanda tangani oleh Bambang Gatot Aryono selaku Dirjen Minerba dan Syaikhul Islam Ali sebagai ketua rapat DPR Komisi VII.
Hasilnya yaitu kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk tidak memberikan rekomendasi ekspor kepada PT FI setelah tgl 12 Januari 2017 apabila PTFI tidak melaksanakan komitmen pembangunan dan pemurnian di dalam negeri sesuai bunyi Pasal 170 UU Minerba nmr 4 tahun 2009, dan ditunggu jawaban tertulisnya pada tgl 14 Desember 2016 .
Artinya setiap izin eksport konsentrat dan mineral mentah adalah pelanggaran terhadap UU Minerba , kecuali ada revisi terhadap UU Minerba atau menerbitkan PERPU Minerba , sedangkan acuan rekomendasi ekspor mineral mentah berdasarkan Peraturan Pemerintah ( PP ) nmr 1 tahun 2017 adalah pelanggaran terhadap UU Minerba, ternyata disini DPR Komisi VII tidak konsisten atas sikapnya terhadap eksport mineral mentah yang tetap berlangsung hingga saat ini.
Adanya beberapa perusahaan tambang IUP Operasi Produksi yang telah mendapat rekomendasi dan izin ekspor mineral mentah (nikel kadar Ni < 1, 7 % dan " washed bauxite " ) hanya berdasarkan komitmen " akan membangun " smelter, bukan berdasarkan " sedang dan telah membangun " smelter.
Hal ini terbukti setelah 6 bulan menikmati fasilitas ekspor ternyata kemajuan realisasi pembangunannya masih 0 persen ,contohnya seperti PT Freeport Indonesia, PT Ceria Nugraha Infotama, PT Dinamika Sejahtera Mandiri ,PT Laman Mining dan PT Lobindo Nusa Persada dan lain lainya , sehingga secara sah dan meyakinkan diduga telah melanggar UU Minerba Nomor 4 tahun 2009.
“Ternyata dalam RDP tanggal 29 November 2017 tersebut disebutkan bahwa Ditjen Minerba tidak bisa menjelaskan dasar aturan persyaratan penerbitan rekomendasi ekspor yang telah diberikan kepada beberapa perusahaan , dan akan disusulkan kemudian pada tgl 6 Desember 2017, artinya Ditjen Minerba terkesan menutup sesuatu kepada DPR dalam proses penerbitan rekomendasi ekspor,” katanya.
Dia menilai, Ditjen Minerba tidak punya konsep dalam bentuk peraturan terhadap sanksi denda berupa nilai rupiah terhadap perusahaan yang telah menikmati keuntungan besar dari ekspor mineral mentah yang telah merugikan negara akibat tidak merealisasi janjinya membangun smelter.
Dia memertanyakan dasar pertimbangan Ditjen Minerba telah memberikan alokasi kuota ekspor mineral mentah jauh lebih besar kepada PT Ceria Nugraha Indotama , PT Dinamika Sejahtera Mandiri , PT Kalbar Bumi Perkasa, PT Laman Mining dan PT Lobindo Nusa Persada dan lainya daripada kuota kepada PT Antam Tbk ( BUMN ). Apalagi ternyata setelah 6 bulan tidak sedikitpun ada progres membangun smelter oleh beberapa perusahaan swasta tersebut , ternyata progresnya hanya sekitar 0 % -3 %, padahal semua perusahaan tersebut sudah membuat pernyataan diatas kop surat Ditjen Minerba tetapi realisasinya tidak ada.
Untuk menghindari potensi terjadi kongkalikong dalam proses peninjau lokasi smelter masing masing pengusaha yang telah menikmati ekspor, Dia menyarankan Ditjen Minerba dan DPR Komisi VII menyertakan minimal 5 wartawan dari media nasional dan melibatkan banyak wartawan lokal dalam peninjauannya, agar hasil peninjuannya dapat diketahui luas oleh publik.
Dirjen Minerba, kata dia, telah menentukan tarif denda hanya 10 % dari kumulatif nilai ekspor bagian perusahaan yang tidak tepat janji membangun smelter, sementara didapat informasi keuntungan yang sudah dinikmati eksportir rata rata berkisar 25 % sd 30 % dari nilai kumulatif.
“Mengingat adanya aktifitas KPK melakukan tindakan pencegahan sebagai Korsup Minerba selama ini terkesan telah lalai mengamati keanehan terhadap rekomendasi eskpor mineral ini , dimohon KPK agar lebih serius memantau dugaan kongkalikong rekomendasi ekspor mineral mentah ini yang telah merugikan negara dan menghambat hilirisasi industri mineral seperti diamanatkan UU Minerba nmr 4 tahun 2009,” tambahnya. (is)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.