Capaian Kinerja Sektor Mineral dan Batubara Tumbuh Positif
Suara.com - Ditengah Covid-19 Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Ditjen Minerba Kementerian ESDM), terus memacu sektor mineral dan batubara untuk tetap berkontribusi bagi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Dimana sektor ini juga mengalami tren pertumbuhan yang sangat baik. Meski pandemi Covid-19 masih membayangi situasi dunia dan sempat menahan geliat sektor pertambangan di tingkat global, sektor pertambangan mineral dan batubara di Indonesia masih dapat memberikan capaian optimal.
Merujuk data per 21 Desember 2020, capaian produksi batubara Indonesia telah mencapai 537,85 juta ton atau setara 97,79 persen dari target awal sebesar 550 juta ton. Dari angka produksi ini sebesar 291 juta ton telah diekspor dengan nilai penjualan sebesar 13,38 miliar dolar AS.
Meski memiliki keterbatasan dan menerapkan protokol kesehatan selama beberapa bulan terakhir, kinerja Ditjen Minerba terbilang optimal sepanjang tahun ini. Dengan adanya situasi pandemi yang pada awal memicu lockdownserta pelemahan ekonomi di berbagai negara, sektor pertambangan masih bisa memberikan kontribusi positif bagi Indonesia.
Baca Juga: Gunung Lewotolok Meletus karena Letusan Gunung Lain? Ini Penjelasan ESDM
Menuju tahun baru 2021, pihaknya memiliki harapan baru akan kondisi yang lebih ditunggu semua pihak. Agar kinerja optimal di tahun ini bisa terus berlanjut lebih baik.
Ditjen Minerba berharap bahwa situasi global akibat pandemi Covid-19 juga akan turut membaik. Hal ini untuk mendorong kinerja unggul di sektor pertambangan pada tahun-tahun mendatang.
Terlebih dengan semakin berkembangnya perekonomian dalam negeri, kebutuhan terhadap batubara sendiri pun dinilai akan semakin meningkat.
Saat ini, dalam rangka pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri, sebanyak 109 juta ton atau 70 persen dari rencana 155 juta ton, telah terserap.
Mayoritas serapan ini adalah untuk pemenuhan kebutuhan kelistrikan nasional, pengembangan industri pengolahan, pupuk, hingga industri semen. Kebutuhan batubara untuk kepentingan dalam negeri, dijamin terpenuhi karena jumlah produksi batubara jauh lebih besar dan adanya kewajiban penjualan DMO 25 persen bagi pelaku usaha.
Baca Juga: Dinas ESDM: Sebanyak 55 Titik Tambang Batubara di Muaraenim Illegal
Batubara pun masih akan terus berkontribusi pada pembangunan dan penguatan ekonomi nasional.
Di dalam negeri saja, pada tahun 2040 mendatang, setidaknya Indonesia akan membutuhkan 277 juta ton batubara per tahun. Selain untuk mendukung sektor kelistrikan dan industri pengolahan lainnya, pemerintah juga akan mendorong hilirisasi batubara dalam rangka peningkatan nilai tambah dalam negeri.
Beberapa pemegang izin telah melakukan kajian dengan berbagai perkembangan yang cukup menjanjikan sejauh ini. Beberapa opsi hilirisasi dari para produsen batubara ini antara lain berupa gasifikasi batubara, pembuatan kokas, underground coal gasification, pencairan batubara, peningkatan mutu batubara, pembuatan briket batubara hingga coal slurry.
Kinerja sektor mineral dan batubara. (Dok : Kementerian ESDM). Kinerja sektor mineral dan batubara. (Dok : Kementerian ESDM). Bertumbuhnya sektor pertambangan mineral dan batubara juga berdampak pada meningkatnya kontribusi bagi Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM). Tercatat realisasi biaya PPM pada perizinan yang jadi kewenangan Pemerintah Pusat per Desember 2020, telah mencapai Rp 334,08 miliar.
Program PPM sektor pertambangan selama ini didorong melalui 8 aspek yakni pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan riil, kemandirian ekonomi, sosial dan budaya, pengelolaan lingkungan masyarakat, pembentukan kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang kemandirian PPM serta pembangunan infrastruktur yang menunjang PPM.
Arah dari 8 aspek ini secara nyata mendorong peningkatan perekonomian, pendidikan, sosial budaya, kesehatan, dan lingkungan kehidupan masyarakat sekitar tambang, baik secara individual maupun kolektif agar tingkat kehidupan masyarakat sekitar tambang menjadi lebih baik dan mandiri, dan berkelanjutan.
Selain itu dari sisi mineral juga, pemerintah terus melanjutkan upaya Peningkatan Nilai Tambah lewat hilirisasi. Hingga Desember 2020 ini, fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter, telah selesai dibangun sebanyak 18 unit dan 30 unit lagi masih dalam proses pembangunan.
Dari 18 smelter yang telah beroperasi ini, sebanyak 12 unit untuk komoditas nikel, 2 unit untuk bauksit, 1 unit untuk besi, 2 unit untuk tembaga, serta 1 unit untuk komoditas mangan.
Dalam rencana pengembangan, hingga 2024 mendatang Indonesia diharapkan dapat memiliki sebanyak 4 unit smelter untuk komoditas tembaga, 31 unit smelter nikel, 11 unit smelter bauksit, 4 unit smelter besi, 2 unit smelter mangan dan 2 unit smelter timbal dan seng. Kehadiran seluruh smelter ini diharapkan akan mendukung pengembangan industri hilir dan meningkatkan penerimaan negara lebih jauh di masa depan.
Untuk itu, upaya pengawalan secara intensif terus dilakukan untuk memastikan target pembangunan dapat tercapai.
Sejauh ini, untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak, dari rencana Rp 31,41 triliun, telah berhasil direalisasikan sebesar Rp 32,93 triliun atau 105 persen dari target. Sebuah capaian atas berbagai perubahan kebijakan internal termasuk penggunaan e-PNBP.
Riuhnya pemberitaan seputar investasi perusahaan pengembang mobil listrik skala global yang tertarik dengan potensi mineral di Indonesia, menjadi satu bukti semakin berjalannya kerja-kerja sinergi pemerintah.
Dengan berkembangnya berbagai situasi global, mobil listrik telah menjadi tren tersendiri yang membuat dunia otomotif juga mesti berubah.
Tren mobil listrik ini, membawa kabar baik bagi Indonesia yang memiliki potensi mineral besar untuk mendukung terwujudnya industri mobil listrik dunia. Berkembangnya mobil listrik global pada akhirnya membutuhkan dukungan mineral ini, terlebih untuk pembuatan baterai mobil listrik yang berkualitas. Dua jenis mineral yang paling dibutuhkan untuk ini adalah nikel dan kobalt.
Seluruh potensi ini tentu saja membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan. Termasuk didukung oleh kebijakan yang baik serta kontekstual. Melalui hadirnya UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, diharapkan upaya peningkatan nilai tambah dapat lebih optimal dilakukan bagi kepentingan negara.
Berbagai tantangan yang ada dalam tata kelola pertambangan juga diharapkan kian terjawab dengan UU ini.
Hadirnya UU Minerba terbaru ini diharapkan pemerintah dapat memberi dampak positif pula bagi kepentingan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Terlebih dalam situasi pandemi yang penuh ketidakpastian, berbagai sektor telah mengalami pukulan telak yang memicu tumbuhnya pengangguran baru.
Secara umum substansi pokok dalam UU Minerba terbaru ini terdiri atas 4 bagian. Pertama, berkaitan dengan upaya perbaikan tata kelola pertambangan nasional. Kedua, berkaitan dengan aspek keberpihakan terhadap kepentingan nasional.
Ditandai dengan kewajiban divestasi 51 persen untuk investasi asing yang menegaskan kedaulatan negara atas sumber daya alamnya. Selanjutnya ketiga, diatur pula kepastian hukum dan kemudahan berinvestasi yang merupakan satu pilar dalam perbaikan ekonomi.
Selanjutnya bagian keempat dalam UU Minerba baru ini berusaha menghadirkan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih baik dalam pengelolaan usaha pertambangan.
Bagian ini menegaskan sanksi bagi para pelaku usaha pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban pengelolaan lingkungan, Hal ini ditandai dengan adanya pengaturan kewajiban reklamasi dan pasca tambang hingga tingkat keberhasilan 100 persen yang sebelumnya sulit ditegakkan. Lalu ada pengaturan tentang keseimbangan antara pemenuhan lahan yang sudah dibuka dengan lahan yang sudah direklamasi.
Tak lupa adanya pengaturan sanksi pidana khusus bagi pihak yang tidak melakukan kewajiban reklamasi dan pasca tambang.
Sejauh ini, Pemerintah sedang menyusun 3 (tiga) Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai peraturan pelaksanaan UU Minerba. Diantaranya RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, RPP tentang Wilayah Pertambangan dan RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Reklamasi dan Pascatambang.
Pararel dengan penyiapan Peraturan Pemerintah, Pemerintah melalui Kementerian ESDM, sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Pendelegasian Kewenangan Pemberian Perizinan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara kepada Pemerintah Daerah Provinsi. Hal ini sebagai payung hukum pelaksanaan pendelegasian kewenangan yang diatur dalam UU No 3 Tahun 2020.
Bersama dengan Pemerintah Provinsi, diharapkan, upaya pembangunan tata kelola sektor pertambangan yang lebih baik akan dapat diwujudkan. Terlebih demi kepentingan pembangunan masyarakat di daerah, bangsa dan negara.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.