DPR Pertanyakan Rekomendasi Izin Ekspor Konsentrat Freeport
Anggota Komisi VII DPR RI, Inas Nasrullah Zubir, mempertanyakan keabsahan rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar 1,4 juta ton. Rekomendasi itu telah diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa waktu silam.
Rekomendasi tersebut, yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) dari Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, dinilai merupakan tanggung jawab dari Menteri ESDM saat itu, Arcandra Tahar.
Menurut Inas, rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat Freeport harusnya dibatalkan jika memang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Sebab, kata dia, jelas-jelas ekspor konsentrat tak bisa dilakukan tanpa adanya progres pembangunan smelter dari Freeport sesuai dengan Undang-Undang Mineral dan Batubara (Minerba) nomor 4 tahun 2009.
"Jadi mungkin begini pak (Luhut), apakah aturan yang ada (Permen ESDM) itu masih sesuai dengan Undang-undang (UU) Minerba, Seharusnya menteri yang baru (Arcandra) harus melihat juga, sekarang peraturan menteri (ESDM) ini yang lama, ini harus diblok dulu apakah ada yang melanggar UU minerba," kata Inas di ruang rapat komisi VII DPR, Kamis 1 September 2016.
Ia mengatakan kesalahan menteri ESDM saat itu, Arcandra Tahar bisa saja tidak menyetujui jika mengecek kembali apakah rekomendasi izin ekspor tersebut sudah sesuai dengan UU Minerba. Namun, itu tidak dilakukan.
Patut dipertanyakan
Ditambahkan keabsahan rekomendasi izin ekspor itu patut dipertanyakan. Apalagi, kata dia, Arcandra pada saat menjabat sebagai menteri ESDM berstatus sebagai bukan Warga Negara Indonesia (WNI). Sehingga tidah sah secara hukum
"Kalau sudah atas nama (menteri) itu harus dicek dulu, dibaca dulu pak, dikompare dengan aturan, sudah sesuai apa belum, toh ternyata bertentangan, apalagi ini atas nama (menteri) loh. Harusnya (rekomendasi) atas nama itu yang bertanggung jawab pimpinannya, kecuali atas nama pak bambang (Dirjen Minerba) sendiri ya monggo wae," kata dia
Menjawab itu, Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Pandjaitan naik pitam. Menurut Luhut, Arcandra Tahar telah bertanggung jawab sesuai dengan kapasitasnya. Jika memang ada kesalahan, maka akan dilakukan investigasi.
"Pak menteri Arcandra tidak pernah mengatakan dia tidak bertanggung jawab, dia secara gentle bilang dia laksanakan tugas dia. Jadi kalau mau bilang dia tidak bertanggung jawab saya tidak setuju. Kalau mungkin dia nanti ada yang salah, ya kita investigasi," ujar Luhut.
Ia mengatakan bahwa tidak benar jika selalu mencari-cari kesalahan orang. Ia pun mengaku siap bertanggung jawab untuk hal itu.
"Saya fikir, kalau kita cari-cari salah orang pak, pasti ada yang kurang pak. Saya pikir sudahlah, yang sudah lewat ya lewat. Kalau ada yang salah, menteri ESDM, saya yang tanggung jawab. Kalau ada apa-apa cari saya pak, saya yang tanggung jawab," ujar Luhut
Masih tak puas, Inas pun menyerahkan semua keputusan kepada pemimpin rapat kerja, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Mulyadi. Inas meminta ada Rapat Dengar Pendapat (RDP) atau RDP Umum (RDPU) khusus untuk membahas masalah tersebut
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.