Revisi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) hingga kini masih jalan di tempat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai inisiator revisi UU Minerba tak sanggup membahas revisi itu akhir tahun ini.
Bahkan, DPR menyarankan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Peraturan Perundangan-undangan (Perppu) agar kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini dan seterusnya tidak melanggar UU Minerba.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Satya W. Yudha minta Presiden menerbitkan Perppu Minerba untuk hal yang bersifat darurat. "Seharusnya di buat Perppu dulu, ini kan emergency, sehingga kebijakan yang dikeluarkan menterinya tak melanggar UU," ujarnya ke KONTAN, Minggu (24/7).
Salah satu keadaan darurat: soal perizinan ekspor mineral mentah yang pada 1 Januari 2017 nanti seluruh ekspor harus disetop tanpa terkecuali. Jika pemerintah masih memberikan izin, maka izin tersebut melanggar UU Minerba.
Kemudian, soal pengajuan perpanjangan kontrak dari yang tadinya dua tahun jadi 10 tahun. Selain itu, soal kententuanl divestasi saham. "Setelah Perppu itu sudah dikeluarkan. Tapi RUU Minerba belum juga rampung dalam waktu enam bulan. Maka, pemerintah diberikan hak menyampaikan inisiatif dratnya sendiri," ujarnya. Asal, pembahasannya tetap di DPR.
Satya pesimistis revisi UU Minerba ini bisa selesai pada 2016. Sebab, Naskah Akademis dari revisi UU Minerba milik DPR masih mentah dan belum juga diajukan ke Badan Legislatif (Baleg) untuk diplenokan di paripurna.
"Proses DPR tetap jalan, tak usah terlalu tergesa-gesa selesai 2016. Karena proses ini tak terbatas, meski masuk Prolegnas 2016, masih bisa di carry forward tahun berikutnya," tandasnya.
Mendengar kabar RUU Minerba tidak akan selesai tahun ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said akan mengirim surat ke Komisi VII DPR untuk melakukan pembahasan. "Pada waktunya, kita akan kirim surat ke DPR untuk membahas kelanjutan pembahasan UU Minerba," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (24/7).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot menyatakan, apabila DPR memberikan komando ke pemerintah untuk segera menggunakan inisiatifnya, maka pihaknya siap. "Kami sudah siapkan drafnya, kalau DPR kasih komando ke kami, moga-moga bisa selesai tahun ini," terangnya kepada KONTAN, Minggu (24/7).
Bambang khawatir, bila UU Minerba tidak selesai tahun ini, akan berpengaruh di program hilirisasi, kepastian investasi, seperti pengajuan perpanjangan kontrak juga divestasi saham, serta UU 23/2014 tentang Otonomi Daerah, terkait dengan pengalihan penataan kembali pertambangan Minerba dari Pemkab ke Pemerintah Provinsi.
Intinya, UU itu sangat mempengaruhi rencana investasi yang masih berlanjut. "Kalau belum selesai juga, apakah kita akan terbitkan Perppu atau aturan turunannya atau apa nanti dilihat," tandasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) bilang, urgensi revisi UU Minerba ini terasa, bukan saja terkait larangan ekspor mineral mentah tapi adanya UU Otonomi Daerah.
"Tolong prioritaskan, dong, legislasi yang sangat urgent ini. Memang kita tahu banyak UU yang harus dibuat tapi, kan, bisa bersinergi dengan Pemerintah untuk mempercepatnya, yang kebetulan sudah ada draftnya seperi UU Minerbaini," pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.