SULTRAKINI.COM: KONAWE – Salah satu dari program investasi nasional saat ini ada di Kabupaten Konawe, tepatnya di Kecamatan Morosi. Di sana berdiri sebuah smelter pengolahan nikel dengan investasi triliunan rupiah. Perusahaan itu dioperasikan oleh PT Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI).
Keberadaan PT VDNI, di tanah Konawe juga tak terlepas dari kolaborasi antara eksekutif, dalam hal ini Pemerintah Daerah Konawe dan juga legislatif, dalam hal ini Dewan Peerwakilan Rakyat Daerah Konawe. Baik Pemda dan DPRD sama-sama membuka ruang selapang-lapangnya untuk kegiatan industri di Morosi.
Bupati Konawe, Kery Saiful Konggoasa sebelumnya pernah mengungkapkan, salah satu alasan masuknya VDNI ke Morosi adalah tidak adanya syarat khusus yang diminta Pemda. Hal itu demi mendukung program investasi nasional dan membuka lapangan kerja bagi warga Konawe.
“Kita ingin mereka masuk dulu. Urusan yang lain itu belakangan. Intinya mereka berinvestasi dulu, karena saya yakin keberadaan industri Morosi ini akan menjadikan Konawe sebagai masa depan Indonesia,” ujar Kery.
Masuknya industri nikel di Morosi tentu bukan saja merupakan peran strategis dari Pemda Konawe. Tetapi ada DPRD yang ikut memberi dorongan.
Peran DPRD tentu memberi restu Pemda Konawe dalam hal tidak memberi syarat berlebihan kepada para investor yang akan masuk. Namun di sisi lain, syarat yang merupakan aturan konstitusi akan tetap dibebankan kepada investor sebagaimana amanat undang-undang.
Ketua DPRD Konawe sebelumnya, Gusli Topan Sabara juga memiliki pemikiran sama dengan Bupati Konawe. Bahwasanya, salah satu alasan masuknya investor ke Konawe adalah kemudahan akses yang diberikan pemerintah.
“Yang perlu kita ketahui, para investor ini sebelumnya sudah ingin mendirikan smelter di daerah lain di luar Sultra. Tapi karena mereka melihat peluang yang baik yang diberikan Pemda Konawe, makanya mereka ke sini. Itu yang ikut kami dorong dengan memberi restu sebagaimana tugas legislatif,” jelas Gusli yang kini terpilih sebagai Wakil Bupati Konawe periode 2018-2023.
Masuknya perusahaan raksasa PT VDNI di Kecamatan Morosi ternyata telah dipikirkan matang-matang oleh DPRD Konawe. Gusli bahkan menyebut investasi Morosi sebagai investasi jangka panjang yang akan menentukan masa depan Konawe.
Gusli menyebut, investasi perusahaan semelter oleh PT. VDNI di Morosi lebih dari 50 Triliun. Jumlah yang cukup fantastis untuk daerah seperti Konawe. Masuknya dana sebesar itu, akan membuat ekonomi di Konawe dari berbagai sisi akan berdampak positif.
Belum lagi lanjutnya, jumlah serapan tenaga kerja lokal untuk mendukung operasi PT VDNI. Jika telah beroperasi maksimal, diperkirakan akan ada sekira 15 ribu karyawan akan diserap dengan gaji minimal sesuai upah minimum provinsi (UMP). Bahkan kecenderungannya bisa lebih banyak, sehingga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga Konawe.
Untuk diketahui, saat ini saja, pekerja lokal yang bekerja di PT VDNI telah berjumlah 3 ribu lebih. Jumlah tersebut akan terus bertambah seiring makin besarnya kapasitas produksi perusahaan. Belum lagi, hadirnya perusahaan-perusahaan lain di bawah payung PT VDNI.
Sudah jamak, jika masuknya perusahaan-perusahaan besar seperti yang ada di Kecamatan Morosi juga tak lepas dari berbagai proplematikanya. Di sanalah peran aktif DPRD Konawe dalam memberikan pengawasan dan pengawalan.
Pengawasan yang dilakukan biasanya dalam bentuk menyerap aspirasi masyarakat tentang harapan mereka yang berada di lokasi tambang. Salah satu aspirasi yang telah diimplementasikan adalah dengan penandatanganan MoU antara pihak PT VDNI dengan para camat terkait jumlah tenaga kerja lokal yang akan direkrut pihak perusahaan.
“Masalah perekrutan tenaga kerja lokal sudah ada penandatanganan MoU dengan pihak perusahaan. Ini untuk memberikan keadilan bagi warga yang berada di area smelter, ataupun warga Konawe secara umum,” jelas Ardin, Ketua DPRD Konawe yang juga hadir saat menandatanganan MoU di Kantor PT VDNI, Maret 2018 lalu.
Selain itu, Ardin juga menjelaskan, DPRD Konawe juga aktif membuat peraturan daerah untuk menghasilkan pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkait keberadaan tambang di Morosi. Misalnya, peraturan tentang pemeriksaan kesehatan oleh Pemda Konawe kepada para Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di PT VDNI.
Kehadiran PT VDNI di Kecamatan Morosi pernah mendapat sorotan dari Pelaksana Tugas Bupati Konawe, Parinringi terkait pembayaran retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Parinringi menilai masih banyak tunggakan retribusi dari pihak perusahaan yang belum terbayarkan. Jumlah yang disebut-sebut bahkan mencapai belasan miliar rupiah.
Perkataan dari orang nomor satu di Konawe itu sempat memanas, hingga akhirnya DPRD Konawe turun tangan. Ketua DPRD Konawe, Ardin kemudian memanggil pihak VDNI dan Pemda Konawe untuk duduk bersama, Kamis (29/3/2018). Pertemuan itu dihadiri Komisi II DPRD Konawe, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP), dan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Konawe.
Usai pertemuan Ardin meluruskan, bahwa pihak VDNI tidak dalam keadaan menunggak retribusi. Sebelumnya, pihak perusahaan telah membaur retribusi IMB tahun 2016 senilai Rp3,5 miliar. Adapun retribusi yang belum dibayarkan adalah retribusi baru, uang memang akan segera dibayarkan.
“Itu retribusi baru yang akan segera dibayarkan jika pihak Pemda telah melakukan pengukuran bangunan di VDNI yang belum terbayarkan. Dari pihak perusahaan tidak ada masalah. Kapan pun mereka siap bayar,” pungkasnya. (adv
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.