Daerah Minta Evaluasi Bersama ESDM untuk Pembangunan Smelter
PONTIANAK – Realisasi pelaksanaan kewajiban pembangunan smelter oleh perusahaan tambang dinilai masih minim sehingga perlu evaluasi yang mengikutsertakan pemerintah daerah. Di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat saja, terpantau progres pembangunan smelter tiga perusahan tambang bauksit pada kawasan tersebut masih di bawah 10%, bahkan sama sekali belum tampak pembangunan fisiknya.
Ketiga perusahaan penerima kuota ekspor mineral mentah bauksit tersebut adalah PT Dinamika Sejahtera Mandiri sebesar 2,4 juta ton/tahun; PT Kalbar Bumi Perkasa sebesar 3,5 juta ton/tahun; dan PT Laman Mining sebesar 2,85 juta ton/tahun.
"Hingga saat ini dari tiga perusahaan tambang tersebut, baru PT Laman Mining yang secara rutin melaporkan LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Dinas PMPTSP), yang bertujuan memantau realisasi investasi dan produksi suatu perusahaan," ujar Gubernur Kalbar, Sutarmidji di Pontianak, seperti dilansir Antara, Kamis (24/1).
Terkait hal tersebut, Pemprov Kalimantan Barat dalam waktu dekat akan mengevaluasi realisasi pembangunan smelter oleh perusahaan tambang di provinsi setempat yang banyak belum terealisasi.
"Kami dalam waktu dekat juga akan menyurati Kementerian ESDM untuk bersama-sama melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kemajuan pembangunan smelter oleh perusahaan tambang yang beroperasi di Kalbar," tutur
Berdasarkan ketentuannya, pemantauan progres pembangunan smelter seharusnya dilakukan Kementerian ESDM. Ini dilakukan melalui tim verifikator yang tiap enam bulan sekali mengevaluasi kinerja pembangunan smelter berdasarkan kurva S.
Hanya saja, menurut Sutarmidji, Pemprov Kalbar belum pernah menerima laporan hasil evaluasi pembangunan smelter tersebut.
Pihaknya khawatir kemungkinan ada perusahaan yang hanya mau memanfaatkan kelonggaran ekspor. Perusahaan itu mengeruk keuntungan sebanyak mungkin sampai batas relaksasi ekspor berakhir tanpa menepati janji untuk membangun smelter tersebut.
Mengenai aturan smelter, pemerintah pun telah menggulirkan PP Nomor 1 Tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 5 dan 6 tahun 2017 berupa kebijakan relaksasi ekspor olahan mineral (konsentrat) kepada perusahaan tambang dengan syarat wajib membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun.
"Meski wewenang pengawasan berada di pusat, pemerintah daerah perlu menagih komitmen investasi di sektor pemurnian tambang agar dapat memberi dampak ekonomi secara signifikan," katanya.
Untuk diketaui, berdasarkan siaran pers yang diterima Validnews (9/1) terkait Capaian Kinerja Minerba 2018, pada tahun 2018 hanya terdapat tambahan pembangunan 2 smelter. Smelter itu dibangun oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Bintang Smelter Indonesia. Dengan penambahan ini, total smelter yang telah beroperasi di Indonesia mencapai 27 unit.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengaku prihatin dengan kondisi masyarakat di sekitar tambang yang hidup dalam "kubangan" kemiskinan. Sebab menurutnya masih ada sekitar 1.600 desa tertinggal dan sangat tertinggal di Kalbar. Padahal desa-desa itu sebagian juga berada di kawasan dekat pertambangan.
Selain itu, dia juga mempertanyakan komitmen pengelolaan lingkungan atau reklamasi pascatambang yang hingga saat ini reklamasinya belum standar, yakni masih dengan cara konvensional.
Sebagai contoh, setelah menghilangkan tanah pucuk akibat galian tambang bauksit, aktivitas reklamasi yang dilakukan hanya sekadar penataan lahan dan revegetasi. Tingkat keberhasilannya nyaris 0% tanpa menyentuh akar permasalahan berupa remediasi lahan pascatambang, katanya.
"Padahal lahan merupakan modal produksi masyarakat desa yang utama. Jika lahan pascatambang tidak diremediasi kembali, maka berdampak pada hilangnya potensi penggunaan lahan untuk aktivitas produktif masyarakat di luar tambang," katanya.
Meski begitu menurut dia, pihaknya tetap berkomitmen untuk menjaga iklim investasi di Kalbar dengan syarat pelaku industri khususnya pertambangan tetap taat aturan dan memiliki niat baik untuk menata lingkungan pascatambang. (Bernadette Aderi)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.