Daftar Tarif Baru Bea Keluar Mineral Racikan Sri Mulyani
Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan tarif baru bea keluar (BK) ekspor mineral dan barang tambang. Hal itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru pengganti PMK Nomor 153/PMK.011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar yang telah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan sesuai rekomendasi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius JOnan, tarif tertinggi bea keluar ekspor mineral dan barang tambang adalah 10 persen.
Tarif itu akan dikenakan pada ekspor bijih (ore) yang tidak mendapatkan fasilitas relaksasi ekspor, diantaranya bijih nikel dan bauksit.
"Tarif bea keluar ore nikel, bauksit ini selama ini tidak ada," tutur Suahasil, dikutip Minggu (11/2).
Selain itu, Kemenkeu juga mengubah skema tarif bea keluar ekspor konsentrat mineral sesuai kemajuan pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) dengan menambah layer tarif dari tiga menjadi empat layer.
"Dalam rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM nanti dinyatakan progres kemajuan pembangunan smelter sudah berapa persen. Persentase yang dinyatakan oleh Kementerian ESDM itulah yang menjadi basis dari berapa tarif bea keluarnya," jelas Suahasil.
Ia merinci, layer pertama yaitu jika kemajuan fisik pembangunan smelter 0-30 persen, tarif bea keluar yang dikenakan adalah 7,5 persen.
Kemudian, jika kemajuan fisik pembangunan smelter 30-50 persen, maka tarif bea keluarnya 5 persen.
Selanjutnya, jika progress pembangunan smelter 50-75 persen maka tarif bea keluarnya 2,5 persen.
Terakhir, jika kemajuan pembangunan smelter lebih dari 75 persen, maka ekspor konsentral dikenakan tarif bea keluar nol persen alias bebas bea keluar.
"Dengan sistem yang seperti itu memang kita inginkan smelter itu segera di bangun supaya dia bisa mendapatkan tarif bea keluar yang lebih rendah," ujarnya.
Sebagai pembanding, dalam beleid terdahulu, tarif bea keluar dipungut sebesar 7,5 persen apabila pembangunan smelter antara 0-7,5 persen.
Kemudian bea keluar 5 persen bila pembangunan smelter mencapai 7,5 - 30 persen. Sementara, jika progres pembangunan smelter di atas 30 persen maka eksportir tidak dikenakan bea keluar. (tyo)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.