Defisit pasokan, nikel dan timah berpotensi terus melaju
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga nikel dan timah berpotensi lanjut menguat pada kuartal kedua tahun ini. Penguatan akan didorong oleh permintaan yang tergolong tinggi di tengah masih defisitnya pasokan kedua logam industri tersebut.
Analis Asia Tradepoint Futures, Andri Hardianto menjelaskan, permintaan nikel cukup tinggi lantaran sejumlah negara sudah mulai meningkatkan produksi kendaraan listrik. “Permintaan dari sektor industri baja juga masih cukup tinggi,” katanya, Selasa (3/4).
Di samping itu, nikel diprediksi masih akan mengalami defisit pasokan sekitar 80.000-90.000 ton pada kuartal kedua.
Sementara itu, potensi kenaikan harga timah juga cukup besar pada kuartal kedua tahun ini. “Permintaan untuk timah cukup besar, terutama dari sektor industri elektronik seperti smartphone,” ucap Andri.Hanya saja, jika perang dagang tak kunjung berakhir, hal itu bisa mengganggu stabilitas harga nikel dan timah di kuartal II. Nikel menjadi salah satu logam industri yang berpotensi tergerus harganya jika sentimen negatif tersebut terus berlangsung. Pasalnya, nikel merupakan bahan baku pembuatan baja. Sementara, salah satu pemicu terjadinya perang dagang adalah kebijakan tarif impor terhadap produk baja yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.
Andri memproyeksikan, harga nikel pada kuartal kedua tahun ini akan bergerak di kisaran US$ 12.300-USS 15.000 per metrik ton, sedangkan harga timah akan berada di kisaran US$ 19.950-US$ 22.600 per metrik ton.
Sebelumnya, pada kuartal I 2018, baik nikel dan timah mengalami tren penguatan. Berdasarkan data Bloomberg, harga nikel menguat 4,23% ke level US$ 13.300 per metrik ton sepanjang triwulan pertama 2018. Adapun, harga timah menguat 5,36% menjadi US$ 21.100 per metrik ton pada waktu yang sama.
Andri bilang, di awal tahun, kedua komoditas ini cenderung melemah dari segi harga akibat masih minimnya perdagangan di pasar dan efek perlambatan ekonomi China pada akhir tahun 2017. Namun, harga nikel dan timah mulai menggeliat seiring adanya proyeksi kenaikan pertumbuhan ekonomi secara global, sehingga kebutuhan logam industri meningkat. Di samping itu, defisit pasokan nikel dan timah cukup menopang harga komoditas tersebut di tengah sentimen perang dagang menjelang akhir Maret silam.
Komoditas ini diperkirakan kembali mengalami defisit pasokan sebesar 10.000 ton sehingga harganya berpeluang melonjak. Hanya saja, jika perang dagang tak kunjung berakhir, hal itu bisa mengganggu stabilitas harga nikel dan timah di kuartal II. Nikel menjadi salah satu logam industri yang berpotensi tergerus harganya jika sentimen negatif tersebut terus berlangsung. Pasalnya, nikel merupakan bahan baku pembuatan baja. Sementara, salah satu pemicu terjadinya perang dagang adalah kebijakan tarif impor terhadap produk baja yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.
Andri memproyeksikan, harga nikel pada kuartal kedua tahun ini akan bergerak di kisaran US$ 12.300-USS 15.000 per metrik ton, sedangkan harga timah akan berada di kisaran US$ 19.950-US$ 22.600 per metrik ton.
Sebelumnya, pada kuartal I 2018, baik nikel dan timah mengalami tren penguatan. Berdasarkan data Bloomberg, harga nikel menguat 4,23% ke level US$ 13.300 per metrik ton sepanjang triwulan pertama 2018. Adapun, harga timah menguat 5,36% menjadi US$ 21.100 per metrik ton pada waktu yang sama.
Andri bilang, di awal tahun, kedua komoditas ini cenderung melemah dari segi harga akibat masih minimnya perdagangan di pasar dan efek perlambatan ekonomi China pada akhir tahun 2017. Namun, harga nikel dan timah mulai menggeliat seiring adanya proyeksi kenaikan pertumbuhan ekonomi secara global, sehingga kebutuhan logam industri meningkat. Di samping itu, defisit pasokan nikel dan timah cukup menopang harga komoditas tersebut di tengah sentimen perang dagang menjelang akhir Maret silam.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.