Dewan Temukan Pelanggaran, PT SSU Serobot Hutan Lindung
KENDARIPOS.CO.ID,KENDARI-–Satu persatu pelanggaran yang dilakukan PT Surya Saga Utama (SSU) terkuak. Tak hanya belum mampu menunjukkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Kehutanan, perusahaan asal Rusia itu pun disinyalir telah menyerobot kawasan hutan lindung. Hal tersebut terungkap saat tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Sultra melakukan investigasi ke lokasi pembangunan pabrik smelter PT SSU di Kabaena Utara, Bombana, pekan lalu.
Tim gabungan dari Komisi II, III, dan IV DPRD Sultra bahkan menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang nikel itu. Pembuktian atas dugaan-dugaan yang dilakukan telah ditemukan tim tersebut. Meskipun melakukan pelanggaran, DPRD Sultra masih memberi peluang kepada PT SSU memperbaiki semua pelanggarannya dengan batas waktu hanya satu minggu.
Ketua Pansus PT SSU, Tahrir Tasruddin mengungkapkan kekecewaanya atas fakta yang ditemui di PT SSU. Ia menjelaskan, investigasi tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan yang masuk ke DPRD. Tim yang turun melakukan investigasi sesuai bidangnya masing-masing seperti Komisi II terkait dengan persoalan kawasan hutan lindung, Komisi III terkait dengan persoalan SDM, lingkungan dan juga permodalan serta Komisi IV terkait dengan tenaga kerjanya.
Hasil dari investigasi tersebut, Tahrir Tasruddin menemukan beberapa pelanggaran seperti penggunaan kawasan hutan lindung. Selain itu, persoalan izin mendirikan bangunan (IMB) belum clear, tidak adanya rekomendasi Terminal Khusus (Tersus). Kemudian persoalan terkait dengan Izin Usaha Pertambangan dan terakhir persoalan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). “Banyak persoalan yang kami temukan setelah terjun langusng ke lapangan. Persoalan IMB pembangunan smelter yang dimiliki oleh PT SSU itu tiadak sesuai dengan ketentuan alias inprosedural,” ungkap Ketua Komisi IV DPRD Sultra itu saat ditemui di DPRD Sultra, Senin (5/12).
Selain itu, kata dia, perkara pelanggaran yang dilakukan oleh PT SSU terkait dengan penggunaan kawasan hutan lindung. Menurutnya, penggunaan kawasan hutan lindung di wilayah pembangunan smelter PT SSU tak jelas izin penurunan status kawasan hutannya. “Saat kunjungan kami ke sana (lokasi PT SSU, red), kami tak mengetahui luas area PT SSU ini berapa? Jadi, perkara hutan lindung yang terkena dampak pembangunan smelter ini juga kami tak mengetahui. PT SSU harusnya melakukan komunikasi terhadap pihak kehutanan baik di daerah atau pun pusat. Persoalan ini Ini harusnya pemerintah marah,” kata Tahrir.
Kemudian terkait dengan pembangunan Tersus. Tahrir mengungkapkan, PT SSU tak memiliki rekomendasi dalam melakukan pembangunan Tersus tersebut. “Ini masih belum beroperasi. Tapi nanti, kalau perusahaan ini sudah go, sudah bekerja maka nanti akan berdampak terkait tak adanya rekomendasi pembangunan Tersus. Nanti, pengangkutan barang produksi akan melewati jalur laut jadi otomatis harus memiliki Tersus. Tapi kalau rekomendasi tidak ada, nanti akan terjadi masalah lagi,” ungkapnya.
Tak hanya itu, ternyata IUP yang dimiliki oleh PT SSU dinilai bermasalah oleh DPRD. “IUP PT SSU itu masih tumpang tindih. Mereka hanya menggunakan izin yang didapatkan dari pemerintah pusat. Namun izin dari daerah mereka belum ada,” jelasnya. Terkait persoalan tenaga kerja juga tidak sesuai laporan PT SSU saat hearing di DPRD Sultra. Berdasar laporan PT SSU ke DPRD, jumlah tenaga kerja asing itu hanya 50 orang. “Jumlah pekerja mereka itu sekitar 114 orang. Laporan 50 orang tenaga kerja asing, di lapangan ada sekitar 90 orang. Hanya 24 orang warga lokal yang dipekerjakan di PT SSU,” jelasnya.
Atas temuan tersebut Tahrir mengaku masih memberikan waktu sepekan untuk melakukan perbaikan berkas atau dokumen yang dianggap masih belum beres. “Mulai hari ini (kemarin, red) kita beri waktu sepekan kemudian kita evaluasi kembali. Dalam waktu tersebut kita sengaja tak memberhentikan proses pembangunan terkait perhitungan untung rugi perusahaan. Mereka saat ini tengah membangun 3 tungku dan rencana akan membangun 8 tungku lainnya,” terangnya.
Terkait sanksi sendiri, Tahrir mengaku belum berpikir ke situ. “Kita tunggu saja dalam sepekan ini. Setelah sepekan baru kita evaluasi lagi. Nati bagaimana perkembangannya kita akan tentukan kedepan. Rencana evaluasi kedapan akan kita laksanakan di Bombana,” ujarnya.
Anggota pansus lainnya, Sarlinda Mokke menilai ada kesalahan dalam penggunaan TKA tersebut. “Ini agak aneh. Data yang ada di Imigrasi, penduduk asing yang memiliki visa kerja di Sultra itu hanya 1 orang. Tapi, bagaimana dengan 90 orang tenaga kerja asing yang ada di PT SSU. Saya curiga mereka menggunakan visa wisata untuk bekerja dengan sistem roling karena visa travel itu hanya berlaku 1 bulan makanya selalu diroling,” katanya.
Lahan PT SSU Bermasalah
Rencana PT Surya Saga Utama (SSU) membangun smelter di Kecamatan Kabaena Utara masih terus diributkan. Perusahaan itu ternyata masih terbelit urusan sengketa pembebasan lahan. Persoalan ini diungkap Ahmad Yani, anggota DPRD Bombana dari Dapil Kabaena. Katanya, lahan yang kini dikelola PT SSU itu masih belum tuntas, bahkan akan menjadi masalah dikemudian hari. Sebab, lahan yang kini ditempati perusahaan nikel itu, ternyata dibeli PT SSU bukan dari pemiliknya langsung, melainkan dari pihak ketiga yang mengatasnamakan sebagai pemilik lahan.
“Ada sekitar 30-an hektar tanah yang diklaim PT SSU sudah dibebaskan. Lokasinya di sekitar eks pemukiman transmigrasi,” katanya. Menurut Ahmad Yani, lembaganya sudah sering didatangi pemilik lahan yang asli mempertanyakan persoalan jual beli tanah yang mereka tidak ketahui. Tidak hanya itu, pemilik lahan yang asli ini, juga mempertanyakan masalah sertifikat tanah, yang belum mereka kantongi sampai saat ini.
Menurut Ahmad Yani, sesuai pengakuan pemilik lahan saat mengadu didewan, sertifikat tersebut dipegang oleh orang lain, dan dijadikan dasar untuk menjual tanah yang mereka tempati. Padahal, sebagai pemilik yang sah, mereka tidak pernah memberikan rekomendasi untuk membebaskan lahan puluhan hektar tersebut kepada PT SSU. “Jika masalah ini benar, saya yakin lahan di SSU itu, akan menjadi polemik dikemudian hari. Sebab tanah yang dibeli merupakan tanah bermasalah,” ungkapnya. (yog/nur)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.