Jakarta: Pemerintah masih mengevaluasi dua perusahaan terkait larangan sementara ekspor bijih nikel. Evaluasi yang dilakukan terhadap perkembangan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Direktur Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan larangan izin ekspor sementara memang sudah dicabut untuk perusahaan-perusahaan yang terbukti tidak melanggar. Namun dua perusahaan yang tengah dievaluasi tersebut masih belum boleh melakukan ekspor.
"Sekarang yang perlu verifikasi lanjutan ada dua. Sembilan sudah memenuhi syarat sehingga kita bisa izinkan ekspornya," kata Heru di Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Senin, 11 November 2019.
Heru mengatakan selain kemajuan smelter, kadar bijih nikel yang diekspor juga menjadi bahan evaluasi. Adapun batas maksimum kadar rendah bijih nikel yang boleh diekspor hingga akhir tahun nanti yakni 1,7 persen.
Sementara itu Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan evaluasi mengenai smelter yakni terkait progres pembangunan dalam target enam bulanan yang harus mencapai 90 persen.
"Karena kan review smelter itu setiap enam bulan sekali," kata Bambang.
Pekan lalu, Pemerintah mencabut larangan sementara pemberian rekomendasi ekspor bijih nikel. Pencabutan larangan ini berlaku bagi para eksportir nikel ore yang terbukti tidak melakukan pelanggaran.
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan keputusan tersebut diambil setelah pemerintah melakukan evaluasi terhadap jebolnya kuota ekspor yang dicurigai akibat banyak eksportir yang melanggar.
"(Penghentian ekspor sementara) sudah dicabut buat yang tidak melanggar," kata Luhut di Kemenko Maritim dan Investasi, Jakarta Pusat, Kamis, 7 November 2019.
Luhut mengatakan sebagian eksportir dipersilakan untuk ekspor selama mematuhi ketentuan yang berlaku. Namun demikian, dia bilang pemerintah masih tetap meneruskan evaluasi lanjutan terhadap kecurigaan tersebut.
Sebelumnya pemerintah memutuskan kembali mempercepat larangan ekspor bijih nikel akan mulai berlaku sejak Selasa, 29 Oktober 2019. Artinya 28 Oktober lalu merupakan hari terakhir bagi pengusaha untuk melakukan ekspor nikel dalam bentuk ore. Keputusan tersebut kata Bahlil berdasarkan kesepakatan pemerintah dengan pengusaha nikel.
Luhut menjelaskan untuk menyetop sementara ekspor dalam bentuk ore dikarenakan adanya kelebihan kuota. Semenjak pemerintah mempercepat larangan ekspor dari aturan awal yang akan dimulai di awal 2022 menjadi awal 2020, ekspor bijih nikel dengan kadar maksimal 1,7 persen telah melampaui kuota hingga tiga kali lipat.
"Jadi sementara kita evaluasi karena ada laporan yang kita dapat ekspor dari nikel ore itu sudah melampaui kuota sampai tiga kali lebih dari kuota yang ada," kata Luhut.
Luhut mengatakan lonjakan tersebut terlihat dari data rata-rata kapal yang dipakai untuk menganggut ekspor kini mencapai 100-300 kapal per bulan. Sedangkan biasanya hanya 30 kapal.
Terdapat kecurigaan banyak yang memanfaatkan sisa waktu menuju hingga akhir 2019 untuk melakukan ekspor sebanyak-banyaknya. Padahal di dalam ketentuan yang ada, bijih nikel dengan kadar 1,7 persen diperbolehkan ekspor bagi perusahaan yang membangun fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Kuota ekspor pun diberikan sesuai dengan progres smelter yang dibangun.
"Yang terjadi ternyata tidak seperti itu. Orang yang tidak punya smelter pun atau yang punya smelter tapi tidak ada progres juga mengekspor nikel ore tadi dengan kadar yang ternyata lebih dari 1,7 persen, mungkin malah 1,8 persen lebih. Negara kan dirugikan," tutur dia.
Oleh karenanya pemerintah akan mengevaluasi terlebih dahulu dengan menyetop ekspor sementara waktu dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Luhut bilang evaluasi dan setop sementara ekspor hingga dua minggu. Adapun penghentian ekspor secara menyeluruh secara resmi akan dimulai sejak 1 Januari 2020.
"Ekspor itu berhenti 1 Januari 2020. Nah sementara, dari sini (hari ini) ke sana (menuju Januari 2020) kita temukan pelanggaran-pelanggaran yang masif. Jadi kita hentikan sementara, kita evaluasi. Syukur-syukur satu sampai dua minggu selesai, dan dibuka lagi," jelas dia.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.