ESDM: Jangan Andalkan Ekspor Nikel Buat Bangun Smelter!
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan soal berlakunya percepatan larangan ekspor komoditas bijih nikel. Mulai berlaku 1 Januari 2020.
Hal ini diumumkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.
"Kami sudah tanda tangan Permen ESDM mengenai yang intinya penghentian untuk insentif ekspor nikel bagi pembangunan smelter per tanggal 1 Januari 2020," ujar Bambang di Kementerian ESDM, Senin (2/9/2019).
Bambang pun menegaskan, insentif yang diberikan pemerintah berupa izin ekspor bijih nikel tersebut semestinya bukan dijadikan sumber utama pendapatan perusahaan untuk membangun smelter.
"Dari awal, smelter itu (dibangun) tidak bisa hanya dibiayai oleh hasil ekspor, apalagi untuk yang teknologinya seperti electric furnace dan sebagainya, kalau memang hanya mengandalkan ekspor, ya tidak terbangun itu smelternya," kata Bambang.
Pasalnya, lanjut Bambang, rekomendasi ekspor bijih nikel tersebut hanya insentif untuk perusahaan agar berniat untuk membangun smelter.
"Yang namanya insentif itu kan tambahan, ekstra bonus, bukan berarti utama," tandas Bambang.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.