ESDM: Pelarangan Ekspor Nikel Tak Akan Hambat Pendanaan Smelter
Merdeka.com - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah pelarangan ekspor nikel yang diterapkan lebih awal per 1 Januari 2020 akan menghambat sumber pendanaan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter).
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot mengatakan, sejak awal pemberian kelonggaran ekspor nikel pada 2017 bukan bertujuan untuk mendanai pembangunan smelter nikel. Melainkan hanya memberikan insentif untuk meringankan pendanaan pembangunan smelter nikel.
"Saya dari awal 2017 bilang pembangunan smelter tidak bisa hanya dibiayai dari hasil ekspor, itu sebagai insentif untuk membantu perusahaan," kata Bambang, di Jakarta, Senin (2/9).
Untuk diketahui, pada 2014 pemerintah juga pernah menerapkan larangan ekspor nikel. Menurut Bambang, saat itu perusahaan nikel yang berniat membangun smelter nikel sejak awal, tidak mengandalkan pendapatan dari ekspor nikel untuk pembangunan smelter. "Sehingga pada saat awal niatnya perusahaan investasi membangun tanpa adanya insentif tadi," tuturnya.
Bambang menegaskan jika penerapan larangan ekspor nikel kembali diterapkan tidak akan mengganggu pendanaan smelter nikel yang sedang dibangun. "Jadi kalau dikatakan membangun dengan ekspor akan cukup , itu untuk bauksit dan tembaga juga. Ya namanya insentif kan ekstra bonus, bukan pokok utama," tandasnya.
Sebelumnya, Sekretari APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan, pengusaha sedang berupaya melaksanakan hilirisasi dengan membangun fasilitas smelter nikel. Agar kebijakan pemerintah terkait pelarangan ekspor mineral mentah pada 12 Januari 2022 terlaksana.
"Kita mendukung hilirisasi, makanya kita bangun smelter," kata Meidy, di Jakarta.
Namun Meidy menyayangkan ada kabar rencana pemerintah mempercepat penerapan pelarangan ekspor mineral bijih nikel pada 2019. Menurutnya, jika rencana tersebut terapkan maka akan menghambat pembangunan smelter, sebab sumber pendanaan pembangunan smelter berasal dari kegiatan ekspor bijih nikel. "Uang kami untuk bangun smelter berasal dari kuota ekspor," ujarnya.
APNI pun ingin pemerintah konsisten menjalankan kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah sampai 12 Januari 2022, sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat sejak awal. "Pemerintah diminta konsekuen dengan peraturan yang sudah berjalan. Jangan bikin aturan baru," tandasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.