ESDM dan Freeport Rumuskan Legalitas “Stability Agreement”
JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara estafet terus melakukan perundingan dengan manajemen PT Freeport Indonesia. Salah satunya terkait legalitas stability agreement.
Perundingan kedua belah pihak itu untuk mencari jalan keluar agar keberlanjutan kegiatan operasi penambangan di wilayah Papua kembali berjalan kembali.
Ketua Tim Perundingan yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamuji mengatakan perundingan tersebut dibagi dalam dua tahap, yakni perundingan untuk jangka panjang dan jangka pendek.
“Yang jangka panjang 6 bulan tuntas ke depan itu mau seperti apa. Tapi yang jangka pendek itu adalah aktivitas Freeport Indonesia itu biar terjaga agar kesinambungan aktivitas atau kesinambungan ekonomi di Papua itu tidak terganggu,” ujar Teguh di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/3).
Menurutnya, Freeport Indonesia sudah bersepakat agar ada penyelesaikan jangka pendek. Namun, belum bersepakat formatnya.
Saat dikonfirmasi, Teguh membenarkan bahwa belum tercapainya kesepakatan tersebut terkait legalitas.
“Ya kira-kira seperti itu (legalitas),” pungkasnya.
Sebelumnya, Teguh mengatakan, kesepakatan bersama dipilih setelah melalui proses perundingan. Pasalnya, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson sebelumnya telah memutuskan memberi tenggat waktu 120 hari kepada pemerintah untuk menyelesaikan polemik peralihan KK menjadi IUPK. Padahal, Menteri ESDM Ignasius Jonan sebelumnya juga menegaskan bahwa Pemerintah memberikan tenggat waktu selama 6 bulan sejak Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 diundangkan.
“Kita ngasih waktu 6 bulan. Dia (Freeport) ngasih waktu 120 hari karena berdasarkan kontrak karya pasal 21 angka 2. Tapi yang kita sepakati 6 bulan untuk mencari penyelesaian,” ujar Teguh.
Selain itu, lanjut Teguh, manajemen Freeport Indonesia telah menyampaikan konsep tersebut sejak 27 Februari 2017. Namun, konsep tersebut belum menjadi kesepakatan bersama lantaran belum ditandatangani oleh pihak berwenang.
“Tapi konsep itu belum di tandatangani secara resmi sama yang punya kewenangan untuk menandatangani. Dia sudah menyampaikan posisinya,” tuturnya.
Lebih lanjut dia menyebutkan Freeport telah menyampaikan posisinya terkait polemik tersebut. “Ada beberapa poin, tapi saya belum bisa sampaikan di sini. Terus kita hari Minggu (5/3) dikumpulin sama pak Menteri di Hotel Eharmawangsa, kita memberikan konsep yang sama counter concept,” tuturnya.
Sebab itu, sampai saat ini perundingan terus berjalan untuk menemukan jalan keluar. “Ini yang akan terus kita bahas. Jadi intinya ada dua, penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang,” pungkasnya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.