ESDM segera jatuhkan sanksi bagi eksportir yang tak bangun smelter
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mulai menerapkan sanksi finansial atau denda pada Juli 2018 mendatang. Sanksi itu bagi produsen mineral mentah yang telah mendapatkan kuota ekspor nikel dan bauksit tetapi tak membangun pemurnian mineral alias smelter.
Sanksi finansial itu sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 3 Mei 2018. Dalam pasal 55 ayat 8, sanksi tersebut berupa denda 20% dari nilai kumulatif penjualan mineral ke luar negeri.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menyatakan, sekarang memang belum ada perusahaan pertambangan yang mendapatkan sanksi finansial akibat progres pembagunan smelter tidak sesuai dengan rencana kerjanya. "Paling cepat (yang terkena sanksi) Juli. Itu kalau tidak sesuai dengan rencana kerja (pembangunan smelter). Semoga tidak ada," terangnya kepada KONTAN, Selasa (19/6).
Namun Bambang enggan menyebutkan perusahaan yang akan terkena sanksi tersebut. Tapi, mengacu data Kementerian ESDM pada April 2018 kemarin, ada beberapa perusahaan yang rekomendasi ekspornya berakhir pada Juli.
Seperti contoh PT Ceria Nugraha Indotama. Dalam catatan Kementerian ESDM, perusahaan ini mengajukan rencana kerja pembangunan smelter sampai akhir 2018 mencapai 4,04%. Namun sampai April baru mencapai 0,529%. Sementara, Ceria Nugraha Indotama mendapatkan rekomendasi ekspor 2,3 juta ton dan realisasinya mencapai 1,54 juta ton.
Selain itu, PT Dinamika Sejahtera Mandiri, rekomendasi ekspor juga berakhir pada Juli bulan depan. Ia menargetkan rencana kerja pada tahun 2018 ini mencapai 5,7% dan realisasinya baru mencapai 0,423%. Perusahaan ini mendapatkan rekomendasi ekspor 2,4 juta ton dan realisasi sampai April mencapai 1,35 juta ton.
Bambang mengatakan, jika perusahaan tambang yang sudah mendapatkan rekomendasi ekspor tapi tidak melaksanakan ekspor maka tidak dapat dikenakan sanksi. "Ya kalau tidak ekspor, tidak kena sanksi. Jadi mereka bangun saja smelter walaupun tidak ekspor. Malah bagus," ungkapnya. Sementara, sampai saat ini, belum ada rekomendasi ekspor baru lagi.
Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam) Arie Prabowo Ariotedjo mengungkapkan, pihaknya yakin bisa mendapatkan kuota ekspor nikel ore sebanyak 1,2 juta ton pada Oktober 2018 mendatang. Hal ini karena progres dari smelter emiten berkode saham ANTM Halmahera Timur sudah mencapai target. "Jadi tim survei dari Minerba bilang progres perencanaan smelter sudah 94%, kalau sudah begitu pasti dapat lagi kuotanya," kata dia.
Sedangkan untuk pengajuan ekspor nikel ore di Pomalaa sebanyak 2,7 juta ton bisa terus diperpanjang sampai Januari 2022. Smelter di Pomala sudah beroperasi.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.