Ekspektasi terhadap Pembangunan Smelter Tetap Tinggi
Bisnis.com, JAKARTA - Harapan pemerintah terhadap pembangunan smelter di dalam negeri masih tinggi seiring dengan bakal ditutupnya keran ekspor mineral yang belum dimurnikan pada awal 2022.
Saat ini, sudah ada 27 smelter yang terbangun. Mayoritas merupakan smelter nikel dengan jumlah 17 unit.
Sementara itu, ada 30 smelter lagi, yang juga didominasi oleh nikel, yang ditargetkan rampung pada 2022. Dengan demikian, bersamaan dengan ditutupkan keran ekspor mineral yang belum dimurnikan, sebanyak 57 smelter diharapkan sudah beroperasi di Indonesia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan jumlah smelter tersebut susuai dengan rencana pembangunan yang telah disampaikan kepada pemerintah. Kendati belum bisa memastikan smelter yang direncanakan tersebut bisa selesai tepat waktu, dia berharap seluruhnya bisa terbangun.
Yang jelas, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang diundangkan pada 11 Januari 2017, perusahaan yang membangun smelter hanya memiliki waktu lima tahun untuk melakukan ekspor mineral yang belum dimurnikan.
"Kalau enggak tercapai 2022 ya enggak bisa ekspor. Pokoknya sesuai dengan PP," katanya, akhir pekan lalu.
Harapannya, fasilitas ekspor mineral yang belum dimurnikan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan tambang untuk mempercepat pembangunan smelternya. Namun, sebagian perusahaan masih mengalami kesulitan dan terpaksa dievaluasi kembali rekomendasi ekspornya.
Bulan lalu, Kementerian ESDM mencabut rekomendasi ekspor bauksit PT Gunung Bintan Abadi (GBA) karena progres pembangunan smelternya tidak memenuhi syarat.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan perusahaan tersebut sudah diperingati hingga tiga kali. Kementerian ESDM pun sudah mencabut rekomendasi ekspornya sejak Maret 2019.
Selain GBA, ada lima perusahaan lain yang progres smelternya masih belum sesuai target, yakni PT Surya Saga Utama, PT Genba Multi Mineral, PT Modern Cahaya Makmur, PT Lobindo Nusa Persada, dan PT Integra Mining Nusantara. Namun, kelima perusahaan tersebut hanya menapatkan sanksi penghentian rekomendasi ekspor sementara.
"Istilahnya dievaluasi ulang. Kalau mereka bisa mempercepat dan mencapai progres yang diwajibkan, nanti gak usah mengajukan permohonan dari nol lagi. Tinggal lanjut saja," ujarnya.
Meskipun masih ada smelter yang pembangunannya tersendat, Yunus menilai pembangunan smelter secara keseluruhan masih on track. Dia mengungkapkan akan ada tambahan tiga smelter yang beroperasi tahun ini.
Selain itu, kebanyakan smelter direncanakan selesai dibangun pada 2021 dan 2022. Dengan demikian, lonjakan jumlah smelter yang beroperasi baru akan terjadi 2 tahun lagi.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan sejak terbitnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pembangunan smelter mulai digalakan dan terus bertambah rata-rata 3 unit per tahun mulai 2012. Yang terbanyak pada 2015 sebanyak 7 unit.
"Kalau melihat rata-rata pembangunan smelter di Indonesia, target 57 smelter di 2022 memang masih jauh, kecuali ada akselerasi yang terjadi," katanya kepada Bisnis, Minggu (12/5/2019).
Menurutnya, ada beberapa faktor yang mengganjal laju pembangunan smelter di Indonesia. Yang paling utama adalah masalah finansial.
Selain itu, ketersediaan infrastruktur dan pasokan energi pun bisa menjadi kendala bagi beberapa perusahaan. Pasalnya, banyak lokasi smelter yang umumnya dibangun berdekatan dengan tambang masih minim fasilitas seperti jalan maupun pelabuhan.
Pasalnya, pada 2022 pemerintah akan menyetop ekspor mineral yang belum dimurnikan, perusahaan yang membangun smelter, khususnya yang belum melakukan konstruksi, harus mempercepat pekerjaannya.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.