Ekspor Nikel Dilarang, Proyeksi Pembangunan Smelter Berkurang
Jakarta, CNN Indonesia — Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memangkas proyeksi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) menjadi 52 pada 2022. Sebelumnya, pemerintah menargetkan jumlahnya bisa mencapai 68 smelter.
“Smelter kami (sudah) lakukan evaluasi. Dari yang (target awal) 68 (smelter), kemudian sekarang ini berubah menjadi 52. Tapi sejalan dengan itu, mudah-mudahan bisa menjadi 68 juga (ke depan),” kata Direktur Pembinaan Pengusahaan Ditjen Minerba Yunus Saefulhak di Kantor Ditjen Minerba, Jakarta, Kamis (23/1).
Penurunan proyeksi smelter tersebut sebagian besar disebabkan oleh berkurangnya smelter nikel. Berdasarkan paparan Yunus, smelter nikel yang semula ditargetkan berjumlah 41 smelter turun menjadi 29.
“Kapasitas produksi yang tadinya 96 juta ton (bijih nikel), sekarang jadi 69 juta ton,” paparnya. Menurut Yunus, penurunan pembangunan smelter terjadi lantaran tingginya ketergantungan terhadap ekspor bijih nikel dari dalam negeri.
Dalam hal ini, banyak badan usaha yang mengurungkan niatnya untuk membangun smelter karena aturan larangan ekspor bijih nikel yang dijalankan per 1 Januari 2020. Baca Juga Grab Dapat Suntikan Dana Rp20,4 Triliun, Siap Kembangkan Bisnis GrabFood dan GrabExpress
Untuk menanggulangi hal tersebut, Yunus menyebut pemerintah akan mencoba untuk mengevaluasi kemajuan pembangunan smelter nikel. Dalam upaya ini, Yunus kemudian menjelaskan terdapat tiga poin evaluasi dari pemerintah bagi badan usaha yang masih berniat membangun smelter nikel.
“Satu terkait financial close atau pendanaannya. Kedua, juga terkait supply power-nya. Itu kita cek juga apakah dia sudah ada perjanjian power purchasing agreement dengan PLN atau agreement-nya sudah sedalam apa,” tuturnya.
Ketiga, Yunus menjelaskan terkait masalah perizinan. Ia mengaku masih terdapat beberapa masalah terkait pembebasan lahan dari pemerintah daerah.
[Gambas:Video CNN]
“Misalnya pemdanya masih belum melepaskan tanahnya atau pemda belum rekomendasi terkait AMDAL atau apapun. Karena ada wilayah tertentu yang memang belum dilepas,”
Selanjutnya, ia menyebut pemerintah akan mencoba untuk memfasilitasi tiap badan usaha dengan melakukan pertemuan langsung, membahas kesulitan-kesulitan dalam pembangunan smelter.
“Tentunya pemerintah harus hadir untuk melakukan fasilitasi terkait itu. Itu pun, (bagi) yang mau dibantu. Kalau enggak mau dibantu, ya sudah di gimkan (hentikan) saja,” pungkasnya. Baca Juga Pertamina Lampaui Tipis Target BBM Satu Harga
Diketahui, pemerintah sebelumnya memutuskan untuk melarang ekspor bijih nikel. Pelarangan sedianya mulai diberlakukan 29 Oktober lalu.
Namun, keputusan itu ditarik oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Luhut kemudian mengumumkan bahwa larangan ekspor bijih mineral akan kembali seperti aturan awal, yaitu berlaku mulai 1 Januari 2020.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.