JAKARTA. Kementerian Enegi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) batal membuka keran ekspor bijih nikel dan juga bauksit pada Januari tahun depan. Alasannya, nilai tambah dari industri turunan tersebut sudah mulai terlihat.
Plt Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan bahkan mengatakan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara tidak akan memasukan semua jenis mineral mentah untuk diekspor.
Sebelumnya, pemerintah berencana membuka ekspor mineral mentah bagi mineral yang tidak bisa diolah di Indonesia, jumlahnya 10 komoditas. "Misalnya nikel, kami lihat sekarang turunan sudah sampai stainless steel. Jadi tidak perlu ekspor lagi. Ada yang bilang kadar 1,7%, ternyata sudah ada smelter-nya," kata Luhut pada Rabu (11/10).
Apalagi sudah ada yang berinvestasi US$ 5 miliar untuk membangun pabrik stainless steel dan turunan lain yang bisa diekspor, misalnya alat elektronik. "Ini kemajuan yang sebelumnya tidak terbayangkan," kata dia.
China mengimpor mineral mentah dari Indonesia dan menikmati hasil dengan membangun banyak industri stainless stell. Padahal, Indonesia dan Filipina mengontrol hampir 60% nikel dunia.
"Sekarang ada smelter besar dan kecil, hampir pasti kita tidak memberikan relaksasi nikel dan bauksit." ungkap dia. Luhut menegaskan, batalnya membuka keran ekspor nikel dan bauksit bukan karena tekanan pengusaha smelter. "Kita bicara angka. Enggak ada yang bisa menekan saya," tegasnya.
Pemerintah tengah menghitung kembali mineral mentah yang bisa memberikan pemasukan tinggi. "Bea keluar akan progresif. Jangan main-main. . Kalau tahun ini belum juga membangun smelter, tahun depan bea keluar ditingkatkan lagi," kata dia.
Adanya relaksasi itu, yang lebih terpenting adalah kewajiban perusahaan tambang membangun smelter. Harapannya dengan relaksasi perusahaan mineral bisa menyelesaikan smelter dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Sekretaris Perusahaan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Trenggono Sutiyoso menjelaskan, Antam terus mendukung kebijakan pemerintah. Perseroan membangun pabrik pengolahan terintegrasi dengan tambang, baik komoditas emas, nikel dan bauksit.
Di sisi lain, Antam terus menerus melakukan kegiatan eksplorasi untuk mendapat cadangan mineral. Sebagai gambaran, penemuan cadangan emas, dari tahun 1993, Antam baru membuka tambang emas Pongkor.
Setelah itu dengan biaya eksplorasi cukup besar, belum ditemukan cadangan baru seperti Pongkor. "Bila dikaitkan dengan bijih nikel, terdapat potensi bijih tertambang kadar rendah yang tidak dapat termanfaatkan atau diolah dalam negeri," kata Trenggono, Rabu (12/10)
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.