Falah Amru Kritik Pemerintah yang Melarang Ekspor Konsentrat Mentah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR, Falah Amru menyoalkan kebijakan pemerintah yang melarang ekspor konsentrat mentah sejak 12 Januari 2014 lalu.
Menurutnya, meski setelah itu, diberikan kelonggaran ekspor dengan syarat dan ketentuan berlaku. Antara lain, membangun smelter, membayar bea keluar dan lain sebagainya.
Dalam pernyataannya yang diterima tribunnews.com, Falah menganggap, tafsir pemerintah dalam bentuk pelarangan ekspor maupun kebijakan memperbolehkan ekspor mineral tersebut, tidak sesuai pasal 102 dan 103 UU Minerba.
"Kebijakan pelarang ekspor juga tidak sesuai dengan politik hukum usaha pertambangan. Dalam Pasal 5 UU Minerba dijelaskan pengendalian produksi dan ekspor. Dalam rangka menjaga kepentingan nasional," ujarnya, Kamis (16/2/2017).
Pemegang IUP nasional, Falah menegaskan kembali, harusnya dijaga. Dan dirawat, dibina agar mendukung penguasaan negara terhadap sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat.
Selain itu, tambahnya, regulasi juga harus dapat memberi keadilan dan kepastian bagi keberlangsungan pengusaha tambang oleh badan hukum yang diberi izin oleh pemerintah.
Namun, lanjut Falah lagi, beberapa ketentuan dalam UU No 4 Tahun 2009, masih ada ruang, hadirnya ketidakseimbangan di atas," katanya.
Falah juga mengatakan terkait pemahaman dan tafsir pemerintah, mengenai batas akhir pelaksanaan kewajiban melakukan pengolahan dan pemurnian tambang.
Yang diatur dalam pasal 103 selambat-lambatnya 5 tahun,dimaksudkan tak lain bagi semua pemegang IUP.
"Dalam ketentuan Peralihan UU Minerba yaitu dalam pasal 170 hanya KK-lah yang diwajibkan pemurnian selambatnya 5 tahun sejak UU disahkan. Pemerintah harus tegas kepada semua pemegang KK," katanya.
Falah juga menilai pemerintah keliru atas kebijakanmemberlakukan batas waktu bagi pemegang KK kepada pemegang IUP.
Pemerintah juga dianggap telah membebani pemegang IUP untuk memurnikan hasil tambangnya di dalam negeri.
"Di saat yang sama, membuka ruang terjadinya monopoli dalam penjualan hasil tambang yang telah dimurnikan ke luar ngeri," lanjut Falah.
Falah berharap, pemerintah memberi ruang bagi pemegang IUP skala kecil dan menengah. Denganb cara proporsional, melakukan ekspor biji mineral.
"Yang perlu diterapkan adalah adalah kebijakan pengendalian ekspor. Dan bukanlah mengenai pelarangan ekspor," Falah Amru menegegaskan kembali.
PT PLN (Persero) siap memasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN siap memasok kebutuhan listrik Antam sebesar 75 Megawatt (MW) selama 30 tahun ke depan.
PT PLN (Persero) berkomitmen akan menyuplai listrik sebesar 75 megawatt (MW) ke pabrik pengolahan dan pemurnian feronikel atau smelter milik PT Aneka Tambang (Antam) di Halmahera Timur, Maluku Utara.
PT PLN (Persero) akan menjadi pemasok listrik untuk mendukung operasional pabrik pengolahan dan pemurnian atau (smelter) feronikel milik PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berada di Halmahera Timur, Maluku Utara.